Malang (Antara Jatim) - Suhu politik di Kota Malang, Jawa Timur, dalam beberapa bulan terakhir ini terus meningkat, bahkan menjelang detik-detik turunnya rekomendasi dari DPP PDIP (17/2) hingga pendaftaran calon wali kota dan wakil wali kota, suhu politik kian memanas, khususnya di tubuh PDIP. Bendera pertarungan politik dua "srikandi" kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mulai dikibarkan sejak dibukanya pendaftaran bakal calon wali kota dan wakil wali kota yang ingin maju dengan kendaraan politik yang sama (PDIP) pada akhir 2012. DPP PDIP ternyata lebih memilih memasangkan kader PDIP sendiri, yakni Sri Rahayu-Priyatmoko Oetomo (SR-MK) daripada istri Wali Kota Malang Peni Suparto, Heri Puji Utami, sebagai Cawali kota pendidikan itu. Turunnya rekomendasi dari DPP PDIP tersebut, ternyata semakin memanaskan suhu politik internal PDIP karena hanya ada satu srikandi yang berhak maju dalam Pilkada Kota Malang dari partai berlambang kepala banteng moncong putih tersebut. Gagalnya Heri Puji Utami mendapatkan rekomendasi dari DPP PDIP, membuat Ketua Tim Penggerak PKK Kota Malang itu berubah haluan dan tetap mencalonkan diri sebagai kandidat cawali, meski harus menyeberang ke partai lain dan berpasangan dengan calon dari partai lain pula. Heri Puji Utami begitu mengagetkan banyak pihak ketika mendaftar sebagai Cawali Kota Malang ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Malang (21/2), karena khabar yang beredar, Heri Puji yang akrab dipanggil Bunda HP itu akan berpasangan dengan Arif Darmawan dari Partai Demokrat, namun ketika mendaftar justru berpasangan dengan Ketua DPD Partai Golkar Kota Malang Sofyan Edi Jarwoko. Sementara rivalnya, pasangan Sri Rahayu-Priyatmoko Oetomo yang direkomendasi DPP PDIP mendaftar ke KPU sebagai Cawali-Cawawali pada 23 Februari. Menurut para pengamat politik di Malang, majunya dua srikandi tersebut membuat proses Pilkada Kota Malang berwarna dan semakin dinamis, karena keduanya begitu gencar "membranding" dirinya agar lebih populer di kalangan masyarakat calon pemilih. Bahkan, Heri Puji Utami yang juga Ketua Tim Penggerak PKK Kota Malang tersebut sudah mengawalinya sekitar lima tahun terakhir ini atau periode kepemimpinan suaminya sebagai Wali Kota Malang, baik melalui kegiatan PKK, Senam Tahes, pengobatan gratis di setiap kelurahan, dan "car free day" yang dipusatkan di Jalan Ijen (depan rumah dinas wali kota). Hasil survei tingkat popularitas yang diselenggarakan FISIP Universitas Brawijaya pun menempatkan istri wali kota itu berada diurutan teratas, mengalahkan sejumlah kandidat lainnya, tak terkecuali Sri Rahayu sebagai pesaing terberatnya. "Hasil survei ini masih bisa berubah karena survei ini baru tahap awal dan akan diikuti dengan survei-survei selanjutnya yang lebih detail dan rinci," kata Ketua Tim Survei FISIP Universitas Brawijaya Wawan Sobari. Berbeda dengan Heri Puji Utami, srikandi PDIP yang dalam pencalonan sebagai orang nomor satu di Kota Malang itu menggandeng kader PDIP lainnya Priyatmoko Oetomo, baru memperkenalkan dirinya setelah ada kepastian dan ketetapan hati untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin Kota Malang lima tahun ke depan. Istri Ketua DPD PDIP Jatim Sirmadji itu mulai gencar melakukan "blusukan" dan mendatangi konstituennya, setelah mendaftaran diri sebagai bakal calon wali kota (bacawali) pada akhir tahun lalu dan meningkatkan intensitas kunjungannya pada masyarakat, setelah mendapatkan rekomendasi dari DPP PDIP dan penetapan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hanya saja, majunya dua srikandi Kota Malang dalam pilkada yang sebelumnya sama-sama menjadi motor penggerak PDIP di Kota Malang dan akhirnya "berpisah" dan mengendarai kendaraan yang berbeda itu, dinilai para pengamat politik maupun kader PDIP akan sangat merugikan PDIP sendiri, sebab suara PDIP akan terpecah. Menurut Ketua Laboratorium Politik dan Rekayasa Kebijakan (LaPoRa) FISIP Universitas Brawijaya Faza Dhora Nailufar, munculnya calon kembar tersebut akan sangat merugikan PDIP, bahkan mesin politik politik itu tidak akan bisa jalan secara maksimal. Strategi PDIP DPP PDIP yang menjatuhkan pilihan pada Sri Rahayu dan digandengkan dengan Priyatmoko Oetomo, seolah telah "membelah" kekuatan PDIP dalam mendulang suara dalam pilkada 23 Mei nanti, sebab loyalis Ketua DPC PDIP Kota Malang yang dipecat oleh DPP Peni Suparto, juga tidak tinggal diam. Tidak sedikit loyalis Peni Suparto itu tetap mengikuti kemanapun arah politik Wali Kota Malang tersebut dalam memberikan dukungan kepada istrinya yang saat ini menjadi rival Sri Rahayu dalam Pilkada, meski sebelumnya kedua perempuan itu sama-sama sebagai kader PDIP. Dalam berbagai kesempatan, Peni Suparto justru "menantang" keputusan DPP PDIP tersebut dan akan membuktikan jika istrinya (Heri Puji Utami) yang tidak mendapatkan rekomendasi DPP PDIP tersebut akan mampu menjadi pemenang dalam Pilkada Kota Malang, seperti yang terjadi di Tulungagung. Riak-riak pertentangan dan "permusuhan" yang muncul dipermukaan antara dua srikandi itu, menurut Ketua Jurusan ilmu Politik FISIP Universitas Brawijaya (UB) Malang Dr Hilmy Mochtar, hanya sebagai strategi PDIP utnuk memenangkan pilkada saja. "Strategi ini tidak hanya diterapkan di Kota Malang saja, tapi di banyak tempat. Kelihatannya memang ada permusuhan, tapi sejatinya 'aman-aman' saja," tegasnya. Kalaupun Peni Suparto sampai dipecat dari struktur tertinggi DPC PDIP di Kota Malang, katanya, itu tidak menjadikan sebuah masalah besar dan pastinya juga ada kompensasi. Kekhawatiran akan terbelahnya suara PDIP karena muncul calon kembar yang berlatar belakang dari parpol yang sama (PDI), itu tidak akan terjadi karena akar rumput di tubuh PDIP begitu kuat dan cukup solid, termasuk di jajaran para petingginya. "Sebenarnya yang menjadi persoalan itu bukan ada di dua srikandi PDIP yang sama-sama mencalonkan, meski srikandi yang satu harus menyeberang ke partai lain, tapi justru calon-calon yang memiliki dana kuat untuk membeli suara pemilih (vote buying)," tandas Hilmy. Kedua srikandi yang berlatar belakang politik PDIP itu saat ini juga sama-sama gencar mendekati semua lapisan masyarakat dengan berbagai program yang ditawarkan. Bahkan, Heri Puji Utami memiliki kesempatan yang lebih besar dibanding Sri Rahayu, karena Heri Puji yang akrab dipanggil Bunda HP itu selalu hadir dalam setiap acara yang digelar di lingkungan SKPD Pemkot Malang. Sementara Sri Rahayu, jika ingin "blusukan" menemui konstituen maupun masyarakat Kota malang harus bolak-balik Malang-Jakarta karena posisinya sebagai anggota Komisi IX DPRI RI.(*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013