Perseteruan antara oknum aparat TNI dengan oknum petugas kepolisian, seakan tak pernah ada ujungnya, selalu terulang dan terulang kembali, meski di tingkat elit masing-masing korps terkesan harmonis. Secara kasat mata, masyarakat sebenarnya sudah memahami benar akar permasalahan mengapa oknum kedua institusi pengamanan negara itu sering bentrok. Perselisihan yang sering terjadi itu tidak saja oleh oknum Polri dengan TNI-AD, tetapi juga dengan unsur TNI lainnya. Artinya, anggota Polri selalu menjadi sasaran permusuhan. Kecemburuan sosial seperti itu wajar saja. Yang tidak lumrah adalah jika iri hati itu disikapi dengan tindakan brutal dan membabi-buta, seperti pembakaran Markas Polres Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, oleh oknum anggota TNI-AD dari satuan Artileri Medan Kodam II/Sriwijaya, pekan lalu. Memang, “penyerbuan” oleh puluhan oknum TNI yang diakhiri dengan aksi pembakaran sejumlah aset negara dan penusukan terhadap seorang anggota Polri itu tidak dilandasi oleh perasaan dengki menyangkut persoalan sosial ekonomi. Tetapi akibat pembalasan oknum TNI yang tidak setimpal dengan kesalahan oknum polisi pelaku penembakan anggota TNI pada peristiwa dua bulan sebelumnya, patut diduga masuk dalam domain permasalahan sosial. Polisi tentu tidak bisa disalahkan jika ada anggapan bahwa kesejahteraan mereka lebih baik dibandingkan dengan anggota TNI, apalagi bila dugaan itu hanya sekadar asumsi tanpa didukung bukti konkret. Ibarat keluarga dalam sebuah rumah tangga, tentu ada yang beruntung bekerja pada tempat yang “basah” dan itu tidak boleh dirisaukan oleh anggota keluarga lainnya yang kebetulan mendapatkan pekerjaan di tempat “kering”, agar kehidupan rumah tangga itu berjalan harmonis. Untuk menjaga perasaan saudara yang lemah secara finansial, diperlukan bantuan dari pihak yang ekonominya kuat. Kalaupun bukan dalam bentuk bantuan materi, setidaknya saudara yang lebih sejahtera tidak memamerkan kekayaannya guna menghindari kesenjangan. Sebenarnya pemerintah telah berlaku adil dan bijaksana dalam memenuhi anggaran secara proporsional melalui APBN bagi ketiga unsur TNI dan Polri. Boleh jadi, banyak yang melihat kegiatan Polri lebih dinamis dan itu wajar karena tugas mereka bersentuhan langsung dengan masyarakat, sehingga dimungkinkan mereka memperoleh dana dari pihak ketiga atas prinsip kerja sama ataupun sponsorship dan tidak melanggar ketentuan gratifikasi. Interaksi Polri dengan masyarakat harus senantiasa berjalan. Misalnya, menyangkut sosialisasi suatu peraturan atau kegiatan lain seperti seminar dan sarasehan. Kondisi seperti itu jarang kita saksikan pada institusi militer, karena domainnya memang berbeda, kecuali kegiatan TNI Masuk Desa (TMD). Kedekatan polisi dengan masyarakat, sebagai sesama warga sipil, itu pula yang membuka ruang bagi publik untuk ikut mengawasi perilaku setiap anggota Polri dengan terbentuknya lembaga Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan LSM Indonesia Police Watch IPW). Banyak temuan dan penilaian terhadap kinerja polisi disampaikan oleh kedua lembaga pengawas polisi tersebut. Kesimpulannya, tidak semua polisi buruk. Masih banyak polisi yang berdedikasi tinggi terhadap tugasnya. Bahwa tidak sedikit petinggi polisi yang tidak jujur dengan memiliki rekening “gendut” yang hingga kini baru milik Irjen Pol Djoko Susilo yang terungkap, tidak boleh dijadikan pembenaran untuk memusuhi Polri, siapa pun itu. Dalam konteks hukum, ada baiknya dipertimbangkan tentang perlunya ketaatan Polri dan TNI dalam hukum sipil bila menyangkut pidana. Selama ini, keadilan belum terbukti menyangkut masalah pidana, karena oknum Polri yang melanggar pidana seringkali "diamankan" hingga tidak tersentuh hukum sipil, sedangkan oknum TNI juga minta "diistimewakan" terkait masalah pidana. Padahal, keadilan harus berlaku sama dalam masalah pidana atau hukum sipil ! Artinya, kedua institusi itu bila melanggar hukum sipil harus mematuhi hukum sipil, bukan justru diarahkan ke Propam atau POM, kecuali menyangkut pelanggaran bersifat non-sipil. Selama Polri dan TNI mengikuti hukum mereka sendiri dalam masalah sipil, maka keadilan akan tercoreng dan mudah menimbulkan iri. (*).

Pewarta:

Editor : FAROCHA


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013