Surabaya - Badan Bantuan Pembangunan Internasional (United States Agency for International Development/USAID) melatih 35 pimpinan perempuan dari berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta di kawasan Indonesia bagian timur melalui lokakarya "Kepemimpinan Perempuan di Perguruan Tinggi" di Surabaya pada 21-22 Februari.
"Ada 39 pimpinan perguruan tinggi yang menjadi peserta, tapi ada empat pimpinan PTN/PTS yang laki-laki dan 35 pimpinan perempuan. Ada yang menjabat sebagai pembantu rektor, dekan, wakil dekan, ketua program studi/jurusan, sekretaris rektor, manajer penelitian, dan sebagainya," kata Spesialis Komunikasi USAID Mira Renata kepada Antara di Surabaya, Kamis.
Ia menjelaskan program USAID bertajuk "Higher Education Leadership and Management" (HELM) atau USAID/HELM itu dilaksanakan dalam dua lokakarya di Yogyakarta pada 20-21 Februari dan di Surabaya pada 21-22 Februari. "Di Surabaya, ada 35 pimpinan perempuan dari 13 PTN/PTS mitra USAID dari kawasan Indonesia bagian timur," katanya.
Ke-13 PTN/PTS adalah Universitas Cendrawasih, Universitas Negeri Papua, Universitas Pattimura, Universitas Hasanuddin, Universitas Negeri Makassar, Universitas Tadulako, Universitas Haluleo, Universitas Tanjungpura, Universitas Mulawarman, Universitas Negeri Samarinda, Universitas Negeri Malang, Universitas Muhammadiyah Malang, dan Universitas Airlangga.
"Program USAID/HELM sendiri ada empat bentuk yakni kepemimpinan dan administrasi, manajemen keuangan, penjaminan mutu, dan kolaborasi dengan pihak luar. Nah, lokakarya kepemimpinan perempuan di perguruan tinggi itu merupakan bagian dari program kepemimpinan dan administrasi," katanya.
Menurut dia, kepemimpinan perempuan di perguruan tinggi itu sangat penting, karena 65 persen dari lulusan universitas di dunia adalah perempuan, bahkan 65 persen dari lulusan terbaik universitas juga perempuan, namun kepemimpinan perempuan di perguruan tinggi di Indonesia tidak sesuai dengan fakta itu.
"Di Indonesia ada 92 PTN dan 3.124 PTS, namun hanya dua perempuan yang menjadi rektor, persentase perempuan di jabatan fungsional adalah Lektor 38 persen, Lektor Kepala 31 persen, dan Guru Besar 20 persen. Data yang bersumber dari Kopertis III itu menunjukkan kepemimpinan perempuan di perguruan tinggi masih sangat sedikit," katanya.
Oleh karena itu, USAID/HELM merancang lokakarya kepemimpinan perempuan di perguruan tinggi di Yogyakarta untuk 14 perguruan tinggi mitra USAID di kawasan Indonesia bagian barat dan di Surabaya untuk 13 perguruan tinggi mitra USAID di kawasan Indonesia bagian timur untuk mendorong kontribusi perempuan Indonesia dalam kepemimpinan di perguruan tinggi.
"Dalam pelatihan itu, para peserta diajak untuk melakukan identifikasi hambatan dalam kepemimpinan perempuan di perguruan tinggi, kemudian jalan keluar yang memungkinkan dan akhirnya peserta harus merancang rencana aksi yang akan dievaluasi dalam tiga bulan berikutnya," katanya.
Secara terpisah, Ketua Pusat Studi Gender Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Tri Susantari yang menjadi salah satu fasilitator pelatihan itu menegaskan bahwa potensi dan peluang perempuan untuk menjadi pimpinan di kalangan perguruan tinggi itu ada, namun kendala ada pada konstruksi budaya Indonesia sendiri.
"Dalam konstruksi budaya di Indonesia, perempuan itu dalam posisi tidak memilih dan dia merasa bersalah bila meninggalkan keluarga, karena itu perempuan yang menjadi pimpinan di perguruan tinggi itu umumnya ditunjuk, karena itu solusi yang tepat adalah pemerintah perlu memberlakukan kuota pimpinan perempuan di setiap perguruan tinggi," katanya.
Ia menambahkan saat dirinya menjadi ketua program studi Informasi dan Ilmu Perpustakaan di Fisip Unair selama dua periode atau bahkan menjadi dosen di Fisip banyak menghadapi kendala dari konstruksi budaya di Indonesia itu. "Apalagi, kalau laki-laki yang ada di Fisip Unair itu cenderung menguasai kepemimpinan, maka perempuan pun tahu diri," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013