Bojonegoro - Harga ulat jati atau "entung" produksi kawasan hutan jati di Bojonegoro dan Tuban, Jawa Timur dan Blora Jateng hanya Rp3.500/kilogram, turun ketimbang musim hujan 2011 yang dapat mencapai Rp7.000/kilogram. "Turunnya harga karena panen ulat jati melimpah baik dari kawasan hutan di Bojonegoro, Tuban dan Blora," kata seorang pedagang ulat jati masak di Pasar Besar Bojonegoro Ny. Lasi (55), Sabtu. Ia menjelaskan bahwasejumlah pedagang di pasar setempat, berjualan ulat jati gorengan, sudah berjalan sejak sebulan lalu, setelah hujan mulai turun di daerah setempat. Warga di sekitar kawasan hutan jati, lanjutnya, mengirimkan ulat jati baik yang sudah masak maupun masih mentah ke pasar, kemudian dibeli para pedagang dengan harga Rp2.500/kilogram. "Pedagang ulat jati di pasar ini cukup banyak, ada kalau lima pedagang lebih. Sebagian hanya berjualan ulat jati, tapi ada juga yang berjualan ulat jati sebagai tambahan seperti saya yang sehari-hari berjualan pisang," papar Lasti. Menurut Lasi, juga pedagang ulat jati lainnya Sriatun peminat ulat jati gorengan itu dari berbagai kalangan, mulai masyarakat biasa, juga warga keturunan. "Kalau laris saya bisa menjual sampai 4 kilogram/hari," jelas Lasi, dibenarkan Sriatun. Musim ulat jati itu, lanjut Lasi, berhenti dengan sendirinya kalau musim hujan sudah deras, sebab entung yang ada di kawasan hutan sudah tidak berkembang lagi. "Cara memasak ulat atau kepompong daun jati tidaklah sulit," ungkap Sriatun. Ulat jati itu, jelasnya, telebih dulu dicuci dua kali hingga bersih, kemudian direbus hingga matang. Tanda-tanda ulat atau kepompong itu matang jika sudah nampak berwarna merah kecoklatan. Setelah itu, baru digoreng dengan bumbu rajangan bawang merah, bawang putih, cabe dan garam. "Tapi saya tidak doyan ulat jati ini," ucap Lasi, menambahkan. Sementara itu seorang warga Desa Ngasem, Kecamatan Ngasem Noven Zain Wisuda menjelaskan warga yang mencari ulat jati di sekitar kawasan hutan jati di sejumlah desa di Kecamatan Dander dan Ngasem, tidak lagi mencari ulat jati yang sudah menjadi kepompong. "Warga berebut mencari ulat jati yang belum menjadi kempompng untuk disimpan dua hari, baru setelah itu dijual dalam bentuk kempompong," katanya.(*)

Pewarta:

Editor : Endang Sukarelawati


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012