Surabaya (ANTARA) - Manajer Komunikasi PT Merdeka Copper Gold Tom Malik menyatakan Indonesia perlu mengoptimalkan bisnis pertambangan karena dinilai mampu mendukung perekonomian nasional.
Tom menuturkan apalagi Indonesia menjadi negara pertama dengan kepemilikan nikel terbesar di dunia dengan rincian produksi nikel sebesar 50 persen dan cadangan sebesar 20 persen.
“Sumber daya satu ini juga menjadi PDB terbesar di Indonesia. Lantaran statusnya sebagai komoditi yang juga memberikan royalti, bukan sekedar membayar pajak,” katanya dalam keterangan di Surabaya, Kamis.
Tom mengatakan sejauh ini sektor pertambangan, termasuk nikel menyumbang 13 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dengan nominal mencapai Rp2.393,4 triliun.
Di sisi lain, implementasi bisnis pertambangan termasuk upaya hilirisasi nikel memiliki banyak risiko mengingat adanya biaya tinggi serta perusahaan tambang harus mengeruk sumber daya dengan waktu studi yang tidak sebentar.
“Setidaknya, butuh waktu lima hingga 10 tahun untuk eksplorasi pertambangan,” katanya.
Setelah melewati rangkaian eksplorasi, ia menjelaskan dibutuhkan kurang lebih 500 ribu hingga 100 juta dolar AS untuk penentuan kualitas dan kuantitas deposit mineral dalam tahapan evaluasi.
Sementara untuk membuka pertambangan secara penuh, butuh waktu setidaknya 20-30 tahun.
“Dan untuk itu, kita harus bergandengan tangan dengan masyarakat sekitar. Harus bisa membangun komunikasi yang baik,” ujar Tom.
Tak hanya itu, diperlukan juga mengutamakan sisi Environtmental, Social, and Government (ESG) dalam hal bisnis pertambangan.
Meski demikian, Tom menuturkan nantinya hasil tambang bisa berkontribusi dalam peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat termasuk dari sisi kesehatan dan pendidikan dengan jangka waktu yang lebih panjang.
Pengusaha: Indonesia perlu optimalkan bisnis pertambangan
Kamis, 21 November 2024 12:53 WIB