Musim Hujan Turunkan Konsumsi Makanan Minuman Jatim
Jumat, 3 Februari 2012 21:45 WIB
Surabaya - Musim hujan memicu penurunan konsumsi aneka produk makanan minuman di Jawa Timur karena keinginan masyarakat untuk menikmati berbagai komoditas itu kian berkurang dibandingkan kondisi normal.
"Kami estimasi, situasi tersebut bisa menurunkan angka konsumsi beragam produk makanan minuman sekitar 10 persen daripada serapan normal," kata Ketua Gabungan Pengusaha Makanan Minuman Indonesia Jatim, Yapto Willy Sinatra, dihubungi di Surabaya, Jumat.
Menurut dia, penurunan konsumsi sejumlah produk makanan minuman di pasar Jatim merupakan kejadian yang selalu terulang setiap tahun terutama saat musim hujan.
"Selain itu, pada tahun ini penurunan konsumsi makanan minuman akan terjadi hingga triwulan I/2012," ujarnya.
Secara umum, ungkap dia, pada tahun 2012 tantangan yang dihadapi pengusaha makanan minuman di Tanah Air semakin berat menyusul adanya musim hujan dan berbagai kebijakan pemerintah yang merugikan bisnis mereka.
"Di antaranya kebijakan pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi atau opsi kenaikan harga komoditas tersebut dan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) yang mana masing-masing rencananya berlaku per April 2012," katanya.
Meski demikian, tambah dia, sampai sekarang seluruh pengusaha makanan minuman di Jatim belum melakukan revisi harga terhadap sejumlah produknya.
"Mayoritas dari anggota kami lebih memilih menunggu perkembangan ekonomi pada masa mendatang," katanya.
Apabila harga produk makanan minuman ditingkatkan, kata dia, justru berdampak negatif terhadap kian terancamnya pasar dalam negeri oleh semakin tingginya arus produk makanan minuman impor di Indonesia.
"Jika kami menaikkan harga makanan minuman, hal tersebut pasti menguntungkan pengimpor makanan minuman. Apalagi, umumnya harga produk impor lebih terjangkau dibandingkan lokal," katanya.
Akan tetapi, lanjut dia, bila ke depan harga BBM bersubsidi meningkat dibandingkan normal dan harga seluruh bahan baku meningkat, harga produk makanan minuman ikut direvisi.
"Opsi meningkatkan harga memang membuat kami serba salah. Kalau terpaksa, prediksi peningkatan harga produk makanan minuman di bawah lima persen menyusul kami selalu menomorsatukan konsumen," katanya.(*)