LMND Surabaya Tuntut Penyelesaian Konflik Agraria
Jumat, 20 Januari 2012 15:12 WIB
Surabaya - Puluhan aktivis/pegiat yang tergabung dalam Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Surabaya menggelar unjuk rasa di halaman depan gedung DPRD Surabaya, Jumat siang, untuk menuntut penyelesaian konflik agraria dengan melaksanakan Pasal 33 UUD 1945.
Humas LMND Surabaya Johanes mengatakan masih segar dalam ingatan bahwa massa rakyat Bima yang menuntut dicabutnya SK Bupati Bima No.188/45/357/04/2010 tentang izin usaha pertambangan kepada PT Umber Mineral Nusantara (SMN), pembantaian rakyat di Mesuji-Lampung, pembunuhan rakyat Papua, yang semua itu merupakan akumulasi dari persoalan agraria yang belum terselesaikan selama puluhan tahun.
"Ini menjukkan kurang seriusnya pemerintah dalam melaksanakan pasal 33 UUD 1945 tentang kesejahteraan sosial," katanya.
Selain itu, lanjut dia, pemerintah juga kurang menerapkan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Tahun 1960 yang dinilai cukup progresif dalam menjawab persoalan-persoalan agraria.
"Hanya saja pemerintah kurang konsisten soal aturan ini," ujarnya.
Bahkan, sikap DPR RI dalam menjawab persoalan agraria kurang juga setengah hati atau dengan kata lain tidak memiliki orientasi tegas dalam menyelesaikan konflik agraria.
Upaya untuk membentuk panitia khusus (pansus) penyelesaian konflik agraria merupakan distorsi secara politik dari pokok persoalan yang dituntut rakyat.
"Pansus adalah upaya lain dari dari DPR untuk menjadikan konflik agraria sebagai komoditas politik di tengah ramainya kemelut politik dalam negeri saat ini," katanya.
Oleh karena itu, LMND meminta pencabutan SK "berdarah" Bupati Bima, tolak pembentukan pansus agraria oleh DPR RI, bentuk panitia nasional penyelesaian konflik agraria yang melibatkan partisipasi masyarakat, dan laksanakan Pasal 33 UUD 45.
"Kasus agraria itu memiliki kaitan dengan histori, karena tanah yang ada sudah lama digarap rakyat. Solusinya, berikan saja tanah negara kepada rakyat dengan perjanjian tertentu dan jangan justru diberikan kepada perusahaan. Negara harus memihak rakyat dan jangan menjual manusia untuk kepentingan investasi," katanya. (*)