Kadin Minta Pemprov Jatim Terapkan "Energy Security"
Selasa, 1 November 2011 5:42 WIB
Surabaya - Kamar Dagang dan Industri meminta Pemerintah Provinsi Jatim menerapkan "energy security" dengan baik.
"Jika ada penanam modal ingin investasi di Jatim yang proses produksinya memakai sumber energi gas, pemerintah harus mempertimbangkan kembali dan memiliki 'energy security'," kata Wakil Ketua Bidang Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim, Nelson Sembiring, dihubungi dari Surabaya, Senin malam.
Menurut dia, pernyataannya tersebut seiring dengan keberadaan defisit gas di Jawa Timur sebesar 415 juta standar kaki kubik "mmscfd". Bahkan, sejumlah pengamat memprediksi permasalahan defisit gas sulit diatasi dalam periode dekat menyusul gas adalah sumber energi yang susah diperbarui.
"Jika angka pertumbuhan industri stagnan maka permintaan pasar gas Jatim dapat tertutupi pada tahun 2025 mendatang," ujarnya.
Ia berharap, Pemprov Jatim tidak mengobral janji. Ketika energi gas yang diinginkan investor ada silakan beritahukan keberadaannya sedangkan saat tidak ada memang sebaiknya mengungkapkan tidak ada.
"Jangan menjanjikan sesuatu yang kenyataannya tidak ada atau itu sama halnya dengan membohongi penanam modal yang mau investasi gas di Jatim," tegasnya.
Sementara itu, ungkap dia, kini pengurangan ketersediaan gas mengakibatkan produksi di wilayah ini menjadi berkurang sekitar 30 persen. Selain itu, berdampak pada pengurangan jam operasional perusahaan.
"Terkait kegiatan 'shut down' yang dilakukan PT Santos Indonesia untuk memperbaiki infrastrukturnya, kami khawatir bisa menurunkan produksi lebih besar atau diprediksi 50 persen," katanya.
Akan tetapi, ia mengakui, sampai sekarang belum ada karyawan yang dirumahkan akibat defisit gas di Jatim melainkan ada beberapa di antaranya mengalami pengurangan jam kerja.
"Apabila kondisi ini terus berkelanjutan dan tanpa solusi tepat maka ke depan dampaknya terhadap perekonomian Jatim menjadi lebih parah," katanya.
Di sisi lain, tambah dia, bagi kalangan industri yang mempertahankan besaran ekspor saat ini mereka harus membeli gas dari luar negeri meskipun harganya dua kali lipat dibandingkan normal.
"Jika mereka ingin mengganti gas ke energi alternatif lainnya, hal tersebut sulit dilakukan dan otomatis upaya itu akan mengurangi laba perusahaan," katanya.
Di samping itu, lanjut dia, saat ini sekitar 52 perusahaan Jepang yang ada di Jatim mengaku kewalahan dan tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka mengaku kecewa dengan janji-janji pemerintah yang belum terealisasi.
"Mayoritas dari mereka merasa sangat terpukul dengan kekurangan gas di Jatim sehingga solusi sementara yakni mereka mengantinya dengan membeli oli bekas," katanya.(*)