"Eat, Adha, Love" adalah plesetan dari memoar penulis dan jurnalis asal Amerika, Elizabeth Gilbert, yang judul aslinya "Eat, Pray, Love", lalu memoar yang ditulis pada tahun 2006 itu difilmkan dengan pemeran utama, Julia Roberts, yang merupakan peraih Oscar 2001. Memoar dan film "Eat, Pray, Love" itu berangkat dari kisah nyata Elizabeth Gilbert yang telah mendapatkan semua yang diinginkan seorang wanita Amerika modern berusia 30 tahun, yaitu seorang pendamping hidup, rumah mewah, dan karier sebagai penulis yang cemerlang. Namun, semua itu tak membuatnya bahagia. Gilbert yang ambisius justru panik, depresi, cerai, dan kehilangan pegangan hidup. Gilbert pun memulihkan diri dengan langkah ekstrem yakni meninggalkan pekerjaan dan orang-orang yang dikasihi untuk melakukan petualangan sendirian ke Italia, India, dan Indonesia. Di Italia adalah "eat" (makan), dia mengumbar nafsu makannya dengan menyantap aneka masakan Italia yang enak-enak, sedangkan di India melakukan "pray" (berdoa) dengan mempelajari seni "devosi" (penyerahan diri) di sebuah Ashram (Padepokan Hindu). Yang paling akhir di Bali. Di Pulau Dewata itu, ia menemukan tujuan hidup, yakni hidup yang seimbang antara kegembiraan duniawi dan ketenangan batin. Gilbert yang sudah apatis justru menemukan kembali cinta sejati pada diri Felipe, pria separuh baya asal Brasil yang jauh lebih tua darinya. Ia menemukan "love". Lantas, dimana "adha" ditemukan? Episode Adha bermula dari Mina di Padang Arafah, Mekkah. Di Mina adalah memoar "eat, pray, love" dari Nabi Ibrahim AS yang tertuang dalam Al Quran (Surah Ash-Shaffat:37, Ayat 102-106). Ibrahim berterus terang kepada putranya, "Wahai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka, pikirkanlah apa pendapatmu...?" Ia (Ismail) pun menjawab: 'Hai Bapakku! Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah! Kamu mendapatiku, termasuk orang-orang yang sabar" (QS 37:102). Dalam dialog bapak-anak itu tersirat kepasrahan total kepada Allah SWT dan Allah pun membalasnya dengan "keajaiban" dalam firman-Nya, "Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata (bagimu). Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar" (Ash-Shaffat, QS 37: 106). Melihat itu, Malaikat Jibril terkagum-kagum lantas mengagungkan asma Allah, "Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar". Nabi Ibrahim AS menyahut, "La Ilaha Illallahu wallahu Akbar." Ismail pun mengikutinya, "Allahu Akbar wa lillahil Hamd." Kisah nyata dalam Surah As-Shaffat 102-106 itu memuat "eat, pray, love" secara totalitas. "Eat" di Mina adalah ajaran berkurban, ajaran berbagi daging hewan kurban kepada orang lain yang mungkin belum pernah makan daging akibat kemiskinannya. Ajaran berkurban, berbagi, atau peduli dalam Idul Adha itu penting, mengingat masyarakat Indonesia selama ini melakukan diskriminasi dengan mengistimewakan Idul Fitri secara gegap gempita, sedangkan Idul Adha hanya sebatas shalat di masjid atau lapangan, lalu sudah ! Bisa jadi, mayoritas masyarakat Indonesia itu miskin, sehingga mereka hanya bisa silaturrahmi seperti diajarkan dalam Idul Fitri, namun masyarakat Indonesia yang kaya juga hanya melakukan "kurban" secara instan dengan menelepon sejumlah lembaga semacam YDSF, BAZ, Nurul Hayat, LMI, atau lainnya, dan akhirnya terima kuitansi, lalu sudah ! (Padahal, "pray" di Mina adalah sebagaimana diajarkan Nabi Ibrahim yang menyembelih hewan kurban, bertakbir, dan membagikan secara langsung kepada orang miskin di kampung halaman, bukan hanya lewat kuitansi !). Totalitas yang lebih hebat lagi adalah "love" di Mina. Surah As-Shaffat menggambarkan dengan begitu indah bahwa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail menjalankan agama atau perintah Allah dengan "love" secara "full" tanpa kalkulasi duniawi. "I love You full !," ujar Mbah Surip (almarhum). "Love" yang "full" di Mina itu mengajarkan dua hal penting yakni tidak korupsi dan tidak menjadi teroris. Tidak korupsi, karena "love" kepada Allah SWT membuat orang mementingkan Allah dan bukan diri sendiri serta merasa Allah selalu bersama-nya di manapun, sehingga perilaku korupsi pun menjauh darinya. Tidak menjadi teroris, karena Allah SWT membalas "love" Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dengan menggantikan "nyawa Ismail" dengan "nyawa hewan kurban", sehingga Islam mengajarkan bahwa nyawa manusia di mata Allah itu maha penting, bukannya dikorbankan begitu saja lewat bom bunuh diri, apalagi lewat bom untuk membunuh orang lain sesama Muslim yang tidak tahu apa-apa.... Artinya, Idul Adha juga penting ! (edyyakub@yahoo.com)
"Eat, ADHA, Love"
Senin, 31 Oktober 2011 8:41 WIB