Surabaya (ANTARA) - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menerapkan Kampunge Arek Suroboyo Ramah Perempuan dan Anak (KAS-RPA) untuk meningkatkan pemberdayaan di kelurahan dan kecamatan agar lebih responsif menangani masalah yang melibatkan perempuan dan anak.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi dalam keterangannya di Surabaya, Senin, mengatakan, program tersebut merupakan bagian dari terjemahan Surabaya Kota Responsif Gender.
"KAS-RPA dijalankan secara berkelanjutan untuk memberikan pendampingan terhadap perempuan dan anak," katanya.
Hal ini, lanjut dia, semakin dikuatkan saat Pemkot Surabaya bersama Unicef dan Bappenas RI melakukan Penandatanganan Rencana Kerja Tahunan (RKT) tentang Pemenuhan Konvensi Hak Anak untuk Program Child Friendly Cities Initiative (CFCI) belum lama ini.
Bahkan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) RI memberikan apresiasi kepada seluruh elemen masyarakat di Kota Surabaya yang terus berkomitmen menjadikan Surabaya sebagai Kota Layak Anak Tingkat Dunia.
Hasilnya, Kota Surabaya terpilih menjadi kota pertama di Indonesia sebagai pilot program CFCI, yakni memiliki potensi besar menjadi Kota Layak Anak Tingkat Dunia yang berstandar internasional.
Baca juga: Surabaya wujudkan kesetaraan gender melalui sejumlah program
Wali Kota Eri mencontohkan kepedulian dan kesadaran warga terhadap penerapan KAS-RPA di Balai RW 05 Kelurahan Balongsari, Kecamatan Tandes, Surabaya.
"Itu adalah kampung yang dibentuk untuk perempuan dan anak, juga kesetaraan gender. Di sana, edukasi dilakukan dengan menerapkan kesetaraan gender melalui berbagai informasi dan materi yang ditempel oleh masyarakat di dinding Bali RW," kata Wali Kota Eri.
Terdapat lima indikator pendukung penerapan KAS-RPA, di antaranya adalah Kampung Aman, Kampung Belajar, Kampung Sehat, Kampung Asuh, serta Kampung Kreatif dan Produktif.
Oleh sebab itu, Wali Kota Eri berharap warga RW 05 Kelurahan Balongsari bisa saling memberikan edukasi kepada kampung-kampung lainnya yang ada di Kota Pahlawan.
"Saya berharap yang ada di kampung ini menjadi pionir dan jujukan, serta bisa ditularkan kepada kampung yang lainnya. Saya minta kepada DP3A-PPKB Surabaya dan seluruh jajaran pemkot, agar Pak RW dan semua yang terlibat disini menjadi mentor di kampung yang lainnya, sehingga yang memberikan edukasi adalah dari warga untuk warga," ujarnya.
Ia menjelaskan, dalam upaya menjadikan Surabaya Kota Responsif Gender, seluruh masyarakat di RW 05 Kelurahan Balongsari terus mengutamakan pemenuhan konvensi hak anak dan perempuan. Serta perlindungan pada anak dan perempuan.
"Di KAS-RPA adalah bagaimana seluruh masyarakat, RT/RW, dan KSH lebih responsif kepada anak dan perempuan. Jangan sampai ada kekerasan pada anak dan perempuan. Karena perempuan adalah salah satu faktor keberhasilan dalam mendidik anak, sebab anak adalah calon pemimpin di masa depan," ucapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan, Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-PPKB) Kota Surabaya Ida Widayanti mengatakan, penerapan KAS-RPA turut melibatkan Non-Governmental Organization (NGO), akademisi, dan pemerhati anak di 58 kampung yang menerapkan KAS-RPA.
"Seperti yang digaungkan oleh Pak Wali (Eri Cahyadi) terus-menerus, pemkot membudayakan keguyuban, kesadaran, serta kepedulian warga terhadap anak dan perempuan. Pesan Pak Wali, kampung ini bisa berdampak positif kepada RW, bahkan ke kampung yang lain. Harapannya kampung-kampung lain di Surabaya terbiasa mengutamakan hak dan perlindungan pada anak dan perempuan," katanya.