Surabaya (ANTARA) - Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Muhammad Ageng Dendy Setiawan menentang wacana penambahan periodisasi kepala desa (kades) dari enam ke sembilan tahun.
"Regenerasi kepemimpinan di desa akan terhambat, sehingga akan memunculkan polemik di masyarakat dan menjadikan masyarakat hopeless terhadap perubahan kepemimpinan di desa, yang akhirnya masyarakat menjadi apolitis," kata Muhammad Ageng Dendy dalam siaran pers yang diterima di Surabaya, Rabu.
Menurut alumnus Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya tersebut, wacana tersebut merupakan kemunduran demokrasi, di mana masa jabatan kades berpotensi melahirkan dinasti-dinasti baru di tingkat desa.
Selain itu, lanjut dia, penambahan masa jabatan jangan sampai melanggengkan korupsi di tingkat desa, serta menghidupkan kembali rezim ala Orde Baru (Orba).
"Pemerintah dan Fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) seharusnya bijak dan mengkaji terkait usulan para kepala desa itu bukan sebatas reaksioner, apakah sudah sesuai dengan keinginan rakyat? Atau malah sebaliknya yang nantinya akan mengangkangi rakyat," ucapnya.
Tak hanya itu, mantan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) GMNI Jawa Timur tersebut mengingatkan, baik pemerintah maupun Fraksi di DPR RI, agar jangan sampai menggunakan politik dagang sapi di momentum ini untuk pemilu 2024.
Menurut dia, jika semua Fraksi di DPR RI tetap sepakat tanpa ada kajian yang jelas dan disinyalir syarat dengan kepentingan, dirinya mengancam akan menggelar aksi ke kantor DPR.
"Kami akan menghidupkan kembali fraksi-fraksi rakyat dan parlemen jalanan di lapisan elemen masyarakat paling bawah untuk menggelar sidang di kantor-kantor Desa dan di depan Gedung Perwakilan Rakyat kita," ujarnya.