Pemprov Jatim (ANTARA) - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mendorong pemberdayaan perempuan di empat sektor utama kehidupan, yaitu kepemimpinan, akses pendidikan, ekonomi dan upaya pencegahan pernikahan dini.
"Ini sesuai dengan tema peringatan Hari Ibu tahun 2022, yaitu Perempuan Berdaya, Indonesia Maju," katanya di Surabaya, Kamis.
Menurutnya, memperingati Hari Ibu, selain merayakan capaian dan jasa yang telah dilakukan seluruh ibu di Indonesia, juga harus fokus memberdayakan perempuan.
"Jika perempuan sudah berdaya, maka kemajuan Indonesia adalah sebuah keniscayaan," ujarnya.
Khofifah mengungkapkan jumlah pemimpin perempuan saat ini masih terbilang minim. Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 2019, keterwakilan perempuan di lembaga legislatif baru 20,8 persen. Selain itu, dari total 34 Menteri di Kabinet Indonesia Maju yang dipimpin Presiden Joko Widodo, hanya lima di antaranya yang dijabat oleh perempuan.
"Bahkan cuma 6 persen CEO dan kursi direksi di Indonesia yang diisi oleh perempuan. Ini bisa didorong agar ke depan lebih meningkat lagi karena sudah banyak penelitian yang membuktikan kalau kepemimpinan perempuan bisa membawa dampak positif pada instansi dan iklim kerja di lapangan," katanya.
Dalam hal pendidikan, Gubernur perempuan pertama di Jawa Timur itu menekankan bahwa masih ada anak bangsa yang kesulitan mengaksesnya, terutama yang tinggal di daerah terpencil.
"Alhamdulillah. sekarang negara dan dunia sudah sepakat bahwa pendidikan itu hak setiap orang. Tapi budaya patriarki masih cukup kuat. Banyak keluarga lebih mengutamakan pendidikan untuk anak laki-laki. Maka intervensi pemerintah dalam hal ini harus sampai wilayah lebih luas agar kesetaraan perlakuan dan kesempatan lebih luas lagi," ujarnya.
Di sektor ekonomi, Mantan Menteri Sosial RI itu menyebut kesenjangan antara laki-laki dan perempuan masih sangat terasa.
“Ketika terjadi ketimpangan ekonomi maka berpotensi terjadi diskriminasi dan subordinasi. Kultur pekerjaan juga seringkali mempersulit perempuan. Banyak perusahaan tidak menerima perempuan yang sudah menikah. Alasannya klasik, kalau perempuan sudah menikah biasanya akan ada cuti hamil atau melahirkan yang harus diberikan. Belum lagi cuti untuk mengurus anak. Setiap pemimpin harus memberikan hak-hak perempuan pada karyawan," ujarnya.
Orang nomor satu Jatim itu menambahkan, ekonomi inklusif juga penting karena angka pernikahan dini di Jatim masih tinggi. Dipicu oleh beberapa keluarga yang serba kekurangan cenderung ingin segera menikahkan anaknya untuk lepas dari tanggung jawab.
"Di Jatim, ada 17.585 pengajuan dispensasi pernikahan anak yang diterima oleh Pengadilan Tinggi Agama Jatim sepanjang 2021 lalu. Ini harus segera ditindaklanjuti dengan program aksi yang solutif karena biasanya yang mendapat dampak paling berat adalah perempuan. Sedangkan peran perempuan dalam kemajuan Indonesia sangat strategis," tuturnya.