Mojokerto (ANTARA) - Tim "Matching Fund" Universitas Surabaya (Ubaya) meluncurkan Pojok Doelanan untuk mengembangkan potensi wisata Desa Ketapanrame, Mojokerto menjadi wisata edukasi atau edu-tourism.
"Pojok Doelanan akan digunakan sebagai salah satu edukasi yang memperkenalkan permainan tradisional," kata Ketua Tim Pengusul Matching Fund Ubaya, Hari Hananto, S.E., M.Ak., saat peluncuran Pojok Doelanan di Desa Ketapanrame, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, Jumat.
Tim matching fund Ubaya terdiri dari Hari Hananto, S.E., M.Ak. Hayuning Purnama Dewi, S.Sos., M.Med.Kom., M.M., CPM(Asia)., CMA, Aluisius Hery Pratono, S.E., M.D.M., Ph.D., dari Fakultas Bisnis dan Ekonomika.
Selanjutnya Dr. Harijanto Tjahjono, S.Psi., M.Ed., dan Dr. Dra. Lena Nessyana Pandjaitan, M.Ed., dari Fakultas Psikologi. Program ini juga melibatkan mahasiswa dari berbagai fakultas.
"Kalau selama ini anak-anak sering main di ponsel, kami ingin mereka punya aktivitas olah fisik dengan bermain permainan tradisional. Pojok Doelanan bisa dimanfaatkan oleh sekolah dan orang tua untuk mengajak anaknya belajar dan bersosialisasi dengan sesamanya," ujar Hari.
Permainan yang dilombakan yakni egrang, ular tangga, engkle, jalan pakai batok, foto bersama teman, melukis layang-layang, dan gasing. Peserta berasal dari tiga sekolah SD di Mojokerto, yaitu SDN Ketapanrame I, SDN Ketapanrame II, dan MI Dwi Dasa Warsa.
Inisiasi mengembangkan Desa Ketapanrame menjadi desa wisata edukasi dilatarbelakangi oleh perkembangan desa ini menjadi desa wisata yang tumbuh pesat dan dikenal masyarakat luas, namun perkembangannya belum sepenuhnya merata.
Hari mengungkapkan Ubaya berkeinginan untuk meningkatkan cakupan wisata yang lebih luas yakni pengembangan wisata berbasis edukasi.
"Kami memanfaatkan sarana, prasarana, area, fasilitas wisata, sumber daya manusia, serta dukungan program pengembangan desa melalui anggaran desa. Kontribusi ini membuat potensi pengembangan wisata sangatlah menjanjikan," ujarnya.
Program tersebut, lanjut Hari, juga diarahkan pada usaha penyelesaian masalah sampah sekaligus alternatif materi edukasi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat (Zero Waste Management).
Untuk edu-tourism, implementasi dari program ini adalah mengembangkan area taman untuk informasi kekayaan botani (Nusantara Botanical Garden), memberikan workshop tentang pengelolaan tempat wisata, serta mendesain area sekaligus permainan bagi anak-anak (Pojok Doelanan).
Melalui pengembangan wisata edukasi ini, Hari juga berharap mampu mendukung peran pemerintah dalam meningkatkan literasi bagi masyarakat berbasis teknologi informasi (augmented reality).
"Semoga pengembangan desa wisata ini dapat menjadi alternatif sumber pemasukan wisata buat Desa Ketapanrame,” ujarnya.
Kegiatan ini juga diharapkan memberikan kesempatan bagi dosen dan mahasiswa untuk berperan aktif melalui kepakaran dan pengalaman pendidikan dalam mengembangkan potensi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sementara itu, Kepala Desa Ketapanrame, Mojokerto, Zainul Arifin menyampaikan apresiasinya terhadap seluruh pihak termasuk Ubaya yang telah berkolaborasi mengembangkan Desa Ketapanrame.
"Dengan adanya pengembangan ini, kami mau pengunjung tidak hanya menikmati alam saja, tetapi juga mendapat edukasi. Mudah-mudahan ini menjadi suatu hal baik demi kemajuan desa dalam hal potensi desa wisata," tuturnya.