Banyuwangi (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, menggelar Festival Kitab Kuning di Gedung Juang selama tiga hari mulai Kamis (10/3) hingga Sabtu (12/3) sebagai wahana menunjukkan kekayaan intelektual pesantren di wilayah setempat.
"Kitab kuning ini merupakan salah satu ciri khas pesantren di Indonesia. Ini tidak hanya menjadi referensi keilmuan bagi kalangan santri, tapi juga telah menjadi budaya dan bagian sejarah bagi bangsa ini," kata Bupati Ipuk Fiestiandani di Banyuwangi, Kamis.
Menurut dia, interaksi kitab kuning dengan sejarah dan budaya bangsa inilah yang coba ditampilkan pada festival kali ini.
"Khususnya bagaimana kitab kuning berinteraksi dengan masyarakat Banyuwangi. Sebagaimana diketahui, Banyuwangi menjadi salah satu daerah yang memiliki pesantren cukup banyak," tutur Ipuk.
Kepala Bagian Kesmas Sekretariat Daerah Kabupaten Banyuwangi Muhammad Lukman mengatakan Festival Kitab Kuning dilaksanakan selama tiga hari dengan berbagai kegiatan, antara lain peluncuran kitab kuning karya kiai-kiai Banyuwangi, pameran dan serangkaian ngaji kitab, bedah buku, serta diskusi.
"Pada acara ini juga ada peluncuran kitab Majmuatu Mualifat Ulama Banyuwangi yang merupakan kompilasi kitab-kitab karya kiai dari Banyuwangi," ujarnya.
Ia menyebutkan ada beberapa kitab dalam festival itu, di antaranya Nadzam Aqidah karya K.H. Abdullah Faqih; Bayanul Mubhamat karya K.H. Harun Abdullah; Syair Nasehat karya K.H. Abbas Hasan; Syiir Safinah karya K.H. Dimyati Syafi'i; Syair Ulan Handadari karya K.H. Muhammad Zubairi sampai Tafsir Suratil Fatihah karya K.H. Suhaimi Rafiudin.
"Semua karya-karya tersebut terhitung langka dan sedikit yang mengetahuinya. Dengan kita terbitkan lagi ini, kita berharap akan menghilangkan kembali pemikiran para kiai Banyuwangi ini, sekaligus menggugah semangat para santri untuk menulis juga," tutur Lukman.
Sedangkan pamerannya sendiri bertajuk "Ada kitab kuning di Banyuwangi". Pameran ini memuat khazanah kitab kuning di Banyuwangi. Mulai yang berupa manuskrip, cetak tua, hingga yang terbaru.
Selain itu, juga ditampilkan sejumlah fragmen sejarah bagaimana kitab kuning pada khususnya dan umat Islam pesantren pada umumnya di Kabupaten Banyuwangi.
"Dari pameran ini kami ingin menyuguhkan bagaimana kitab kuning di Banyuwangi itu menjadi bagian yang berkelindan erat dengan sejarah dan kehidupan masyarakat Blambangan," kata kurator pameran, Ayung Notonegoro.
Beberapa manuskrip langka, mushaf kuno, hingga sejumlah kitab kuning yang berusia lebih dari seabad turut dipamerkan dalam festival tersebut.
"Ibarat harta, Banyuwangi ini menyimpan harta karun berharga dalam turut membangun Islam, tidak hanya sebatas konteks lokal Banyuwangi, tapi juga di tingkat nasional,' katanya.
Selain pameran, selama dua hari berikutnya, Festival Kitab Kuning ini juga diisi dengan bedah buku Manaqib Datuk Abdurrahim, Katalog Naskah Kuno Banyuwangi, dan mengupas sejumlah kitab. Di antaranya adalah Syair Aqidah, Tafsir Al-Fatihah dan sejumlah kitab lainnya. (*)