Jakarta (ANTARA) - Krisis keuangan global yang dipicu oleh kejatuhan pasar keuangan di AS pada 2008 menjadi alarm bagi negara maju dan berkembang untuk saling bersinergi dalam menjaga perekonomian dunia.
Pada momen itu lahirlah forum kerja sama multilateral, G20, yang merupakan gabungan antara negara dengan kelas pendapatan menengah hingga tinggi serta negara berkembang hingga maju.
G20 secara tidak langsung telah mengubah wajah tata kelola keuangan global dengan menginisiasi paket stimulus fiskal dan moneter yang terkoordinasi dalam skala besar untuk mengatasi krisis global waktu itu.
Selain itu, kelompok 19 negara maju berkembang dan Uni Eropa ini telah mendorong beberapa reformasi penting di sektor finansial serta menginisiasi kapasitas pinjaman IMF dan beberapa bank pembangunan utama.
Berbagai upaya penanganan yang dilakukan telah menegaskan tujuan sederhana dari kehadiran forum ini yaitu mewujudkan pertumbuhan global yang kuat, berkelanjutan, seimbang dan inklusif.
Saat ini, kondisi serupa juga dialami dengan skala yang lebih masif karena krisis tidak hanya menyentuh aspek ekonomi, tapi juga kesehatan seiring dengan hadirnya pandemi COVID-19.
Indonesia kali ini pun menjadi tokoh utama di G20 pada 2022 karena terpilih untuk mengemban amanah sebagai Presidensi G20, meneruskan tugas yang sebelumnya dipegang oleh Italia di 2021.
Sebelumnya, Indonesia dianggap layak untuk masuk dalam kelompok ini karena telah menjadi bagian dari negara-negara yang mempresentasikan 60 persen populasi bumi, 75 persen perdagangan global dan 80 persen PDB dunia.
Untuk itu, Indonesia mencari peluang guna memberikan ide besar bagi dunia dalam forum ini dan menyampaikan solusi untuk mempercepat pemulihan melalui tagline "recover together, recover stronger".
Melalui tema tersebut, Indonesia ingin mengajak dunia untuk saling mendukung untuk pulih bersama serta tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan, meski perekonomian dunia masih terdampak pandemi COVID-19.
Terdapat tiga isu prioritas di tingkat global yang menjadi inisiasi Indonesia dalam forum ini yaitu arsitektur kesehatan global, transformasi ekonomi melalui digitalisasi, dan transisi menuju energi yang berkelanjutan.
Dengan demikian, sejak awal tahun, segala pertemuan menyangkut isu-isu global akan berlangsung di tingkat kelompok kerja, tingkat menteri dan deputi, serta puncaknya penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi pada Oktober 2022.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berharap Presidensi G20 Indonesia dapat dimanfaatkan untuk mendorong negara-negara anggota G20 menyinkronkan pemulihan global dari dampak pandemi COVID-19.
Menurut dia, G20 dapat membangun kepercayaan bagi dunia global dalam pemulihan mengingat negara anggota G20 memiliki kontribusi 80 persen dari PDB global sehingga dapat mempengaruhi ekonomi, perdagangan dan investasi.
Oleh karena itu, Sri Mulyani ingin Presidensi G20 Indonesia dapat mengeluarkan hasil yang nyata dan substantif seperti membuat peta jalan kesiapsiagaan dan respon pencegahan bencana pandemi.
Selain itu, forum ini diharapkan mampu melahirkan indikator komitmen pendanaan yang kredibel terhadap perubahan iklim melalui peta jalan keuangan berkelanjutan untuk meningkatkan pembiayaan internasional dan investasi swasta.
Momentum
Meski perhelatan akbar ini bersifat global, Indonesia juga menginginkan kegiatan tahunan ini bisa memberikan manfaat bagi masyarakat dan perekonomian domestik secara keseluruhan.
Momentum Presidensi juga terjadi 20 tahun sekali, sehingga pemanfaatan sebaik mungkin dapat memberikan nilai tambah bagi pemulihan nasional, termasuk dari sisi ekonomi serta kepercayaan masyarakat domestik dan internasional.
Puluhan ribu masyarakat Indonesia diperkirakan ikut terlibat dalam perhelatan G20 ini sehingga berpotensi meningkatkan perekonomian daerah-daerah yang menjadi tempat acara seperti Bali, Jakarta dan beberapa daerah lain.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Presidensi G20 dapat meningkatkan kepercayaan investor global untuk terlibat dalam pemulihan ekonomi nasional.
Harapan ini sejalan dengan studi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bersama Universitas Indonesia yang menyebutkan forum G20 di Indonesia berpotensi menciptakan lapangan kerja bagi 33.000 orang.
Gelaran ini turut berpotensi meningkatkan PDB nasional mencapai Rp7,47 triliun, mendorong konsumsi dalam negeri hingga Rp1,7 triliun serta manfaat ekonomi lainnya sebanyak 1,5 kali lipat dibandingkan Pertemuan Tahunan IMF-World Bank 2018 di Bali.
Menurut Airlangga, Presidensi G20 juga dapat berperan penting untuk menjembatani keberagaman kelompok yang ada dalam Forum G20, mengingat Indonesia memiliki falsafah musyawarah dan mufakat.
Ia memastikan, masyarakat dunia sedang menunggu Presidensi G20 Indonesia untuk mengambil kebijakan yang berwawasan ke depan, bersifat inklusif dan langkah-langkah yang konkret di luar narasi-narasi politik.
Berbagai masukan dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk para pakar dan akademisi juga sangat penting, untuk memaksimalkan manfaat Presidensi G20, agar Indonesia mampu melahirkan terobosan-terobosan baru, termasuk di sektor transisi energi.
Selain itu, Presidensi G20 dapat menjadi kesempatan untuk menunjukkan kepemimpinan Indonesia dalam bidang diplomasi internasional dan ekonomi di kawasan mengingat Indonesia merupakan satu-satunya negara di ASEAN yang menjadi anggota G20.
Pertemuan-pertemuan G20 di Indonesia sekaligus menjadi sarana memperkenalkan pariwisata dan produk unggulan nasional kepada dunia. Dalam hal ini, Indonesia menjadi titik awal pemulihan keyakinan pelaku ekonomi pascapandemi baik dari dalam negeri maupun luar negeri. (*)