Jakarta (ANTARA) - Ketua KPK, Agus Rahardjo, mengatakan, nilai Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia menunjukkan tren positif. "Bapak ibu perlu kami laporkan dalam perjalanan kami memimpin KPK selama empat tahun Alhamdulillah walaupun kenaikannya pelan-pelan tetapi Indeks Persepsi Korupsi kita itu trennya positif membaik," kata dia.
Hal tersebut dia katakan saat memberikan sambutan dalam acara puncak peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2019 di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin.
"Terakhir nilainya adalah 38. Masih kita tunggu di akhir tahun ini, yaitu pada 2019 nanti akan segera diumumkan kita berharap tren naik tadi kita pertahankan. Indeks Persepsi Korupsi itu dikeluarkan oleh lembaga internasional transparansi di Berlin," ucap dia.
Diketahui, IPK Indonesia 2018 yang dirilis Transparency International Indonesia menunjukkan kenaikan tipis, yakni naik 1 poin dari 37 pada 2017 menjadi 38 pada 2018.
"Kalau kita lihat Indeks Persepsi Korupsi ini mengukurnya itu terkait banyak hal banyak variabel ada masalah politik, kadang masalah ekonomi, kadang masalah persaingan baik persaingan bangsa maupun persaingan di dunia usaha," katanya.
Oleh karena itu, lanjut dia, untuk mewujudkan agar nilai IPK bisa kembali naik bukan hanya tugas KPK tetapi juga harus mendapatkan dukungan presiden.
"Presiden sebagai panglima pemberantasan korupsi harus bisa mengkoordinasikan semua pihak untuk kemudian secara bersama-sama bisa mengatasi kelemahan di banyak sektor di banyak elemen, dan di banyak pihak," ujar dia.
Dalam kesempatan itu, dia juga melaporkan soal hasil pencegahan korupsi yang telah dilakukan lembaganya.
"Karena pencegahan itu penting kami ingin menyampaikan bahwa dari laporan yang kami terima paling tidak potensi kerugian negara bisa dihemat itu sekitar Rp63,9 triliun itu berasal dari kegiatan monitoring penyelenggaraan pemerintahan negara berupa kajian-kajian sebesar Rp34,7 triliun," kata dia.
Kemudian, kata dia, dari kegiatan kordinasi dan supervisi pencegahan KPK dalam bentuk penyelamatan aset sekitar Rp29 triliun dan penyelamatan keuangan negara dari gratifikasi dalam berbentuk barang maupun uang senilai Rp159 milliar. (*)