Surabaya (ANTARA) - Anggaran pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Surabaya 2020 yang semula diajukan ke Pemerintah Kota Surabaya sebesar Rp85,3 miliar, kini mengalami kenaikan hingga mencapai Rp118 miliar karena sejumlah faktor.
"Alasan kenaikan tersebut setelah ada pembahasan bersama dengan TPAD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah)," kata Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Surabaya Nur Syamsi saat rapat dengar pendapat di ruang Komisi A DPRD Surabaya, Rabu.
Menurut dia, kenaikan anggaran tersebut sudah disesuaikan dengan jumlah pemilih di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang berdampak kepada jumlah TPS se-Surabaya. Awalnya yang diajukan 4.121 TPS, bertambah menjadi 4.327 TPS.
Baca juga: Soal anggaran pilkada belum cair, Ketua DPRD Surabaya sarankan begini
Alasan lain kenaikan anggaran karena adanya kenaikan honor adhoc atau petugas pemilihan di tingkat kecamatan dan kelurahan.
Nur Syamsi mengaku jika jadwal penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) dengan Pemkot Surabaya dipastikan bisa terlaksana, meski sebenarnya tidak ada persoalan apapun pada pembahasannya.
"Keterlambatan penganggaran ini sebenarnya tidak ada hambatan, tetapi lebih kepada unsur kehati-hatian saja. Jangan sampai karena terburu-buru, lantas di kemudian hari ada persoalan," ujarnya.
Namun, Nur Syamsi akan berusaha untuk mengejar realisasi penandatanganan NPHD sebelum 27 Oktober 2019. "Mudah-mudahan sebelum tanggal itu NPHD sudah bisa ditanda tangani," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Komisi A Bidang Hukum dan Pemerintahan DPRD Kota Surabaya Pertiwi Ayu Khrisna mengatakan secara prinsip pihaknya tidak dapat ikut campur dalam penentuan anggaran, karena kaitan langsungnya dengan Pemkot Surabaya.
"Jadi tugas kami hanya mencermati, apakah dalam perjalanannya nanti anggaran tersebut digunakan dengan baik atau tidak," ujarnya.
Namun Ayu menegaskan, jika pihaknya sejak awal mendorong agar anggaran tersebut segera ditandatangani. "Tapi kan alat kelengkapan baru saja terbentuk. Karena ini soal hibah maka harus berhati-hati. Kami akan segera konsultasikan ke Kemendagri dan KPU Pusat," katanya.
Politisi perempuan Partai Golkar ini menuturkan, pihaknya sempat mengajukan pertanyaan kepada KPU, apakah anggaran yang diajukan sudah termasuk untuk munculnya sengketa (gugatan) dan kasus dua putaran.
"Kami hanya bertanya, apakah siap jika terjadi dua putaran, tetapi sesuai UU, KPU memang tidak boleh menganggarkan untuk sesuatu yang belum terlaksana. Maka diharapkan hanya satu putaran. KPU bisa mengajukan anggaran lagi manakala terjadi sengketa dan telah ada gugatan," katanya.