Surabaya (ANTARA) - Pengembangan destinasi wisata super prioritas bakal dimulai dari desa dengan mengembangkan desa-desa kreatif. Potensi desa yang begitu besar bahkan bisa jadi basis pengembangan wisata karena efeknya yang langsung pada pemberdayaan dan kesejahteraan warga desa.
“Dengan jumlahnya yang masif (75,436 desa di seluruh Indonesia), pembangunan yang bersifat bottom-up, hanya akan berhasil apabila kita ikut memberdayakan seluruh sumber daya yang ada di desa,” kata Ketua Tim Quick Win 5 Destinasi Super Prioritas Irfan Wahid dalam keynote speech-nya di seminar Arah Pengembangan Industri Desa Berbasis Teknologi di Surabaya.
“Mengembangkan desa-desa kreatif merupakan salah satu pendekatan kita dalam mengembangkan pariwisata di 5 destinasi super prioritas. Desa kreatif di Joglosemar, Kawasan Danau Toba, dan Mandalika terbukti menjadi daya tarik wisatawan mancanegara karena nilai budayanya yang begitu kental. Membangun desa dengan pariwisata sebagai driver-nya,” jelas Irfan Wahid.
Seminar tersebut juga dihadiri oleh Wakil Gubernur Provinsi Jawa Timur Emil Dardak, dan Rektor Institut Teknologi Sepuluh November Prof Mochammad Ashari.
Pembangunan fisik di berbagai desa di Indonesia, kata Ipang Wahid (sapaan akrab Irfan Wahid) harus diikuti dengan pengembangan sumber daya manusia, dengan cakupan pengetahuan yang luas termasuk digital.
“Dalam kasus pariwisata, ketika kita membangun suatu daerah hanya dengan pembangunan fisik saja terbukti tidak akan menciptakan sustainabilitas. Pengembangan sumber daya manusia juga sangat penting. Pola strategi ini juga yang kita terapkan di 5 destinasi super prioritas nanti,” tambah Irfan Wahid.
Membangun desa kreatif, kata tokoh senior di dunia branding Indonesia itu, apabila dipandang dari segi makro juga memperkuat perekonomian Indonesia.
“Bayangkan apabila 1,000 desa kreatif Indonesia memiliki satu saja produk ekspor dan terkoneksi dengan teknologi digital. Artinya ada 1,000 produk ekspor yang dihasilkan oleh desa. Hal ini tentu akan menghasilkan multiplier effect yang luar biasa”, terang Irfan Wahid.
Menurut Irfan, pengembangan desa kreatif ke depannya harus mendukung strategi meja seribu kaki yang sempat dipaparkan ke Presiden Joko Widodo. Strategi ini menjadi salah satu jurus menghadapi pelemahan daya beli global yang diprediksi terjadi dalam waktu dekat.
“Kita harus memperkuat ekonomi sekaligus menyebar risiko atas potensi resesi global yang akan terjadi. Kita harus menciptakan desa kreatif berbasis agrikultur, holtikultur, aquakultur, budaya, maupun keindahan alam. Semuanya berbasis digital, beradaptasi dengan kemajuan teknologi. Intinya, kolaborasi menjadi kunci dalam hal ini”, tutup Irfan Wahid.