Biak (Antaranews Jatim) - Peran perempuan Papua mempunyai posisi sentral dalam keluarga. Ia sebagai istri mitra suami, sebagai ibu rumah tangga, sebagai ibu pendidik utama bagi anak dan sebagai ibu bangsa yang mempersiapkan generasi penerus.
Tidak terkecuali di era globalisasi seperti saat ini. Perempuan orang asli Papua semakin dituntut untuk semakin berperan, semakin cerdas dan arif agar bisa sejalan dengan zaman.
"Dinamika perubahan perempuan Papua di tengah perspektif kemajuan teknologi tidak dapat dihindarkan, setiap perempuan Papua harus arif memanfaatkan kemajuan teknologi informasi modern saat ini," kata Ketua Kelompok Kerja Perempuan Dewan Adat Papua Irene Waromi.
Pada era globalisasi saat ini, lanjut dia, dunia terasa semakin kecil dan dikenal dengan era kesejagatan, di mana sekat-sekat negara sudah mulai hilang.
Ideologi dan budaya negara asing pun akan masuk ke Indonesia dan khususnya Papua tanpa bisa dibendung yang akhirnya mempengaruhi budaya asli. Perempuan sebagai pemegang peran sentral dalam keluarga bisa dengan mudah meninggalkan budaya dan adat lokal setempat.
Diakuinya, Kemajuan era digital dan era internet sekarang telah memberi banyak tantangan kepada perempuan Papua di semua sektor kehidupan.
Selain itu, informasi yang sangat deras tanpa sensor itu juga bisa memberikan dampak negatif bagi perempuan dan juga anak-anaknya.
Menurut peneliti Pokja Perempuan Dewan Adat Papua Imelda Baransano, kemajuan teknologi informasi itu bisa membuat perempuan Papua menjadi korban kekerasan seksual.
Berdasarkan data yang dibeberkan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Provinsi Papua, Annike Rawar pada 2017 di Provinsi Papua terdapat 19 kasus kekerasan perempuan dan anak yang dilaporkan, di mana sebagian besar kasusnya merupakan tindakan pemerkosaan terhadap perempuan dan anak di bawah umur.
Pemimpin Daerah
Namun demikian harus diakui, teknologi internet juga memiliki banyak hal positif dan membuka mata banyak perempuan Papua, sehingga semakin banyak mendapat pengetahuan, seperti halnya kaum pria.
Perempuan Papua akan semakin sadar bahwa banyak hal yang dapat dilakukan selain menjadi ibu rumah tangga, karena ia juga dapat menjadi pemimpin di daerah.
Buktinya banyak wanita yang menjadi kepala desa, camat atau kepala distrik, kepala dinas, badan, kantor bahkan saat ini telah ada perempuan Papua yang menjadi pejabat pemerintah sebagai Wakil Bupati Kabupaten Sarmi.
Perempuan Papua, Yosina T. Insyaf serta Prof Yohana Yembise yang saat ini menjabat Menteri Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak di pemerintahan Presiden Joko Widodo sejak 2014 hingga sekarang juga menjadi bukti peran perempuan Papua semakin menonjol.
Namun demikian, perempuan tetaplah seorang ibu yang harus mampu mendidik anak-anaknya sebagai generasi penerus orang-orang Papua.
Upaya peningkatan peranan perempuan ditujukan untuk meningkatkan kedudukan dan peranannya dalam lingkungan keluarga dan sosial kemasyarakatan.
Sebagai pribadi yang mandiri, perempuan Papua perlu mengembangkan dirinya agar dapat berperan aktif dalam pembangunan dan menjawab tantangan kemajuan yang dibawa oleh pembangunan.
Sedangkan sebagai istri dan ibu, bersama-sama suami, bertanggung jawab atas kesejahteraan serta kebahagiaan keluarga dan pembinaan generasi muda yang berkualitas.
Sedangkan perempuan sebagai anggota masyarakat, harus mempunyai kesadaran dan tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial yang tinggi dan berperan serta secara aktif dalam membina kehidupan bermasyarakat yang aman dan tentram.
Sementara itu sebagai warga Negara, perempuan, lanjutnya, perlu menyadari akan hak dan kewajibannya serta berperan aktif dalam segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ia menambahkan, perempuan sebagai warga dunia juga perlu memelihara perdamaian dunia dan menciptakan kemakmuran dunia yang lebih merata.
Model dunia
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Prof Yohana Yembise mengakui keberhasilan Indonesia dalam menangani masalah perempuan dan perlindungan anak dinilai berhasil dan bahkan telah menjadi panutan model dunia, karena Presiden Joko Widodo terpilih sebagai salah satu dari 10 negara yang menjadi Duta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Planet 50:50.
Planet 50:50, menurut Menteri adalah sebuah pengakuan adanya kesetaraan perempuan dengan laki-laki dalam berbagai bidang.
Adapun dari sisi kebijakan dalam negeri, Indonesia menempatkan pemberdayaan perempuan dan keluarga serta perlindungan anak sebagai salah satu isu prioritas.
Selama dua tahun terakhir, Indonesia menggalakkan tiga program prioritas, yaitu 3Ends dengan gencar melakukan pemberantasan kekerasan terhadap perempuan dan anak, pemberantasan perdagangan manusia serta mengakhiri kesenjangan akses bagi perempuan terhadap sumber daya ekonomi.
Langkah Indonesia dalam perlindungan hak perempuan dan anak menarik perhatian dari negara-negara lain, termasuk negara-negara Islam di berbagai dunia yang menilai Indonesia dapat dijadikan sebagai "role model" dunia di negara mereka.
"Kementerian PPPA mengajak semua elemen masyarakat, dewan adat, tokoh agama, tokoh masyarakat serta pegiat organisasi perempuan bersatu memerangi kasus kekerasan perempuan dan anak. Untuk Papua kasus kekerasan terhadap kaum hawa ini masih sangat tinggi," ujar Menteri PPPA asli perempuan Papua yang akrab disapa dengan sebutan Mama Yo.
Tapi, lanjut dia, sudah ada Undang-undang Anti Kekerasan terhadap perempuan dan anak dan telah terbentuk pula lembaga-lembaga yang gencar membela hak-hak perempuan.
Meskipun berbagai masalah perempuan sudah diangkat dan dibuatkan program melalui organisasi perangkat daerah tertentu, lanjut Yohana Yembise, namun usaha-usaha tersebut masih belum maksimal karena fenomena kekerasan terhadap perempuan dan anak masih kerap terjadi di berbagai wilayah provinsi paling Timur Indonesia itu.
Ia juga mengharapkan, kiprah perempuan Papua di tengah kemajuan Teknologi Informasi tetap eksis untuk membentengi adat istiadat masyarakat asli Papua.
"Perempuan asli Papua menjadi ibu yang melahirkan anak sebagai generasi emas untuk menjadi calon pemimpin bangsa harus mendapat perlindungan secara adat dan hukum," ujarnya.
Diperlukan terobosan program berkelanjutan sebagai wadah membentuk jati diri perempuan asli Papua berpersktif budaya adat orang asli Papua.(*)