Surabaya (Antaranews Jatm) - Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Jawa Timur, Difi A Johansyah mengatakan, kondisi provinsi setempat masih relatif stabil dari pelemahan rupiah yang terjadi, karena struktur ekonominya yang majemuk dibanding daerah lain.
"Jawa Timur relatif aman dan stabil, dampaknya tidak terlalu signifikan, tapi memang skala minimal ada dampak khususnya untuk ekspor dan impor," kata Difi di Surabaya, Kamis.
Difi yang ditemui usai acara Diseminasi Kebijakan Makroprudensial "Loan to Value/Financing to Value" (LTV) di Ruang Singosari Gedung BI Jatim mengatakan sejauh ini perekonomian Jatim yang lebih majemuk dan komplit mampu menahan gejolak yang terjadi.
"Di Jatim itu ada industri manufakturing, perdagangan, pertanian, termasuk maritim, jadi dampaknya tidak telalu terasa. Itu yang membuat provinsi ini masih relatih aman," kata dia, menjelaskan.
Bahkan, ada beberapa pengusaha Jatim yang mampu menyiasati kondisi pelemahan rupiah untuk meningkatkan nilai tambah dengan mencari pasar baru, khususnya di bidang peralatan rumah tangga.
Secara nasional, kata Difi, Jatim merupakan eksportir besar sehingga perolehan juga besar, namun demikian imbas pelemahan rupiah hanya terjadi pada impor bahan baku yang meningkat.
"Dalam kondisi demikian, memang dibutuhkan kreatifitas dari pengusaha, dengan menyiasati berbagai kebutuhan ekspor. Tidak hanya dengan negara lain, tapi antarpulau juga harus didorong," katanya.
Meski demikian, secara umum masih ada yang tumbuh, khususnya perkembangan di rasio loan to value (LTV) atau kredit perumahan yang meningkat dari 100,90 persen pada awal 2018 menjadi 101,98 persen saat ini, karena adanya ekspansi kredit, dan gencarnya perbankan melakukan promosi.
"Kebijakan kelonggaran LTV yang dibuat BI juga telah menumbuhkan kredit properti dari 6,15 persen menjadi 11,29 persen atau hampir dua kali lipat secara year on year," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, BI mengapresiasi dunia perbankan yang terus melakukan promosi secara gencar untuk KPR perumahan, walau pun agak konsumtif.
"Memang dalam kondisi saat ini perbankan perlu 'all out' meskipun konsumtif, agar sektor ekonomi dalam negeri bisa berputar sehingga menopang pertumbuhan ekonomi," katanya.(*)