Trenggalek (Antaranews Jatim) - Puluhan orang yang mengatasnamakan "Masyarakat Peduli Trenggalek" berunjuk rasa di depan kantor Dinas PUPR serta DPRD Trenggalek, Jawa Timur, Rabu guna menuntut pengusutan dugaan penyimpangan dalam proses lelang proyek infrastruktur jalan Kampak-Munjungan senilai Rp9,6 miliar.
Aksi massa dimulai dengan menggelar orasi terbuka di jalan depan kantor Dinas Pekerjaam Umum dan Penataan Ruang (PUPR) lalu dilanjutkan ke DPRD Trenggalek.
Di tempat kedua ini, massa aksi sempat berorasi membuka tuduhan penyimpangan dalam sistem lelang proyek infrastruktur bernilai miliaran rupiah yang bersumber dari APBD 2017 tersebut, kemudian dilanjutkan beraudiensi dengan anggota dewan.
"Pemeriksaan ini mutlak dilakukan, untuk menyelamatkan penggunaan uang negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dipergunakan melalui instansi terkait," kata koordinator aksi Masyarakat Peduli Trenggalek Samsuri.
Selain mendesak keterbukaan informasi serta pertanggungjawaban pihak Dinas PUPR, organ MPT juga meminta Ketua ULP (Unit Layanan Pengadaan) Ramelan bertanggung jawab atas dugaan penyimpangan dalam proses lelang proyek fisik peningkatan jalan senilai Rp9,6 miliar tersebut.
"Kami minta ketua ULP Ramelan untuk menjelaskan dugaan penyimpangan pelelangan terkait pengusaha yang memenangkan lelang untuk dievaluasi," kata Samsuri dalam orasinya.
Setelah berorasi, perwakilan massa dipersilahkan menemui anggota dewan. Wakil Ketua DPRD Kabupaten Trenggalek Guswanto mengapresiasi aspirasi masyarakat ini, sebagai amanat rakyat.
Guswanto lantas mempersilahkan perwakilan masa untuk menyampaikan aspirasinya. "Aksi demo ini menjadi masukan, untuk evaluasi dalam pelaksanaan APBD berikutnya," ujarnya.
Kader PDIP Trenggalek ini mengakui pihaknya sudah ada temuan dari Inspektorat, namun belum mengetahui pasti berapa nominalnya karena belum diserahkan ke pihak legislatif.
"Dalam evaluasi diakui bahwa tahun 2017 masih ada kekurangan, bahkan ada temuan Inspektorat tapi berapa nominalnya belum diserahkan ke pihak legislatif," papar Guswanto.
Aksi itu di dorong oleh kegaduhan di lingkup jaringan rekanan pelaksana proyek yang kemudian melebar di masyarakat.
Intinya, sejumlah rekanan (kontraktor) resah lantaran sistem lelang yang dilakukan ULP Pemkab Trenggalek dinilai tidak fair.
Pasalnya, proyek peningkatan jalan raya Kampak-Munjungan senilai Rp9,6 miliar yang bersumber dari APBD 2018 justru diberikan kepada penawar dengan selisih harga tawaran terendah atau mendekati HPS (harga perkiraan sendiri) yang dibuat dinas PUPR.
Padahal dalam sistem lelang proyek harusnya pemenang adalah penawar dengan selisih harga tertinggi (nilai tawar menjauh dari standar HPS).
Dalam kasus yang dipersoalkan kelompok MPT, hasil pengumuman lelang LPSE Kabupaten Trenggalek tidak sesuai aturan lelang yang benar.
Di sini ada empat peserta lelang yang memasukan penawaran, pertama PT Sriwijaya Perkasa, dengan penawaran terendah Rp8.684.831.492,19 kedua PT Konstruksi Indonesia Mandiri dengan penawaran Rp9.367.805.736,39 ketiga PT Cipta Prima Selaras dengan penawaran Rp9.377.105.141,72 dan terakhir penawar ke empat dengan harga penawaran terendah, yaitu PT Ayem Mulya Indah (Grup Triple S), dengan nominal Rp9.652.182.044,23.
Sedangkan HPS pekerjaan ini sebesar Rp.9.658.594.411,78.
Dari empat rekanan ini PT Ayem Mulya Indah ditetapkan sebagai pemenang lelang.
Mengetahui adanya kejanggalan dalam proyek yang dibiayai oleh uang rakyat, Masyarakat Peduli Trenggalek menggelar aksi. Menuntut evaluasi kembali penetapan pemenang lelang.
Bahkan mereka juga membeberkan data sejumlah penyimpangan pekerjaan proyek selama tahun 2017. Menariknya data yang disampaikan dihadapan pimpinan DPRD berupa rekaman video.
Samsuri mengungkapkan hasil temuan lapangan terkait realisasi pelaksanaan paket fisik pada tahun 2017.
Menurutnya terdapat 16 paket pekerjaan tahun anggatan 2017 yang dikerjakan asal-asalan alias tidak sesuai standar.
Untuk meyakinkan wakil rakyat, Samsuri memutar video hasil investigasi lapangan.
Video berdurasi hampir satu jam ini, menunjukan secara gamblang pengerjaan proyek terutama infrastruktur jalan yang memang tidak berkualitas. (*)