Jakarta, (Antara) - Wakil Wali Kota Batu Punjul Santoso mengaku dicecar 12 pertanyaan oleh penyidik KPK dalam pemeriksaannya sebagai saksi terkait tindak pidana korupsi suap terkait pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kota Batu Tahun 2017.
"12 pertanyaan, yang banyal soal tupoksi. Tupoksi Wakil Wali Kota membantu tugas-tugas Wali Kota," kata Punjul seusai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Senin.
KPK pada Senin (23/10) memeriksa Punjul sebagai saksi untuk tersangka Eddy Rumpoko yang juga Wali Kota Batu nonaktif. Punjul saat ini menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Batu, Jatim.
Lebih lanjut, Punjul pun mengaku tidak mengetahui proyek pengadaan meubelair di Pemkot Batu Tahun Anggaran 2017 yang menjerat Eddy Rumpoko sebagai tersangka.
"Saya sebagai Wakil Wali Kota tidak mengerti dengan pengadaan, maksudnya tidak pernah berurusan dengan pengadaan," ujar Punjul.
Ia pun mengaku tidak pernah dilibatkan soal proyek pengadaan meubelair tersebut.
"Saya tidak pernah ikut, tugas dan fungsi Wakil Wali Kota bukan itu," ucap Punjul.
Punjul pun mengaku dikonfirmasi oleh penyidik terkait pengusaha Filipus Djap yang merupakan pihak pemberi suap dalam kasus tersebut.
"Ya kenal tidak sama Pak Filip, tidak lebih dari itu," tuturnya.
KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus tersebut. Diduga sebagai pihak pemberi, yaitu pengusaha Filipus Djap.
Sedangkan diduga sebagai pihak penerima, yakni Wali Kota Batu nonaktif Eddy Rumpoko dan Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan Pemkot Batu Edi Setyawan.
Sebelumnya, dalam operasi tangkap tangan (OTT) terkait kasus itu di Batu pada Sabtu (16/9), tim KPK mengamankan total uang sebesar Rp300 juta.
Diduga pemberian uang terkait "fee" 10 persen untuk Eddy Rumpoko dari proyek belanja modal dan mesin pengadaan meubelair di Pemkot Batu Tahun Anggaran 2017 yang dimenangkan PT Dailbana Prima dengan nilai proyek Rp5,26 miliar.
Diduga diperuntukan pada Eddy Rumpoko uang tunai Rp200 juta dari total fee Rp500 juta. Sedangkan Rp300 juta dipotong Filipus Djap untuk melunasi pembayaran mobil Toyota Aplhard milik Wali Kota.
Sedangkan, Rp100 juta diduga diberikan Filipus Djap kepada Edi Setyawan sebagai fee untuk panitia pengadaan.
Sebagai pihak yang diduga pemberi, Filipus Djap disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.
Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima, Eddy Rumpoko dan Edi Setyawan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(*)