Kupang, (Antara) - Wakil Ketua Komite III DPD RI Abraham Paul Liyanto meminta Pemerintah Indonesia intensif membangun komunikasi dan diplomasi guna membantu membebaskan sekitar 210 nelayan Indonesia yang masih mendekam dalam sejumlah penjara di Darwin Brisbane, Australia.
"Dari total 210 nelayan yang mendekam dalam penjara Australia sebagian besarnya berasal dari Pulau Rote yang berbatasan langsung dengan Negara Kangguru itu yang ditangkap dengan tuduhan melanggar batas perairan dan 'ilegal fishing'," katanya kepada Antara di Kupang, Minggu (30/4).
Ia mengatakan hal itu terkait dengan penangkapan nelayan Indonesia oleh Australia di sejumlah perairan laut lepas dengan berbagai tuduhan dari Australia.
Peristiwa yang terakhir, katanya, delapan nelayan Indonesia ditangkap pihak Austalia di perairan Laut Timor lalu dibawa ke tahanan imigrasi di Darwin karena dianggap melakukan penangkapan ikan secara ilegal.
Sebanyak delapan nelayan Indonesia itu ditangkap dan diamankan bersama barang bukti berupa siput laut yang dididuga dijaring di perairan Australia.
Penangkapan berawal dari sebuah pesawat pengintai MBC pada Jumat (28/4) petang melihat perahu para nelayan Indonesia di dekat Pulau Browse, sekitar 280 mil timur laut Broome, Australia Barat.
Dalam kesempatan reses dan bertemu dengan konstituen, ia mengaku banyak menerima masukan, bahkan keluhan, dari masyarakat Desa Oelaba, Kecamatan Rote Barat Laut (RBL) bahwa banyak nelayan Rote yang masih dipenjara di Darwin sehingga perlu pendampingan untuk meringankan mereka, bahkan membebaskan mereka dari tuduhan.
Ia menjelaskan keluhan mereka selain akan disampaikan secara resmi melalui mekanisme kelembagaan ke pemerintah Indonesia.
Sebelumnya, Sahring, seorang nelayan Indonesia asal Oesapa, Kupang, Nusa Tenggara Timur, menang di Pengadilan Australia ketika menggugat pemerintah federal negara itu yang membakar perahunya di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia pada 2008.
Pengacara nelayan Indonesia tersebut, Greg Phelps, dalam surat elektroniknya mengatakan kliennya sudah diberi kompensasi 44.000 dolar Australia oleh pengadilan federal di Darwin, Australia Utara, setelah dinyatakan menang dalam gugatan tersebut.
"Ini merupakan sebuah batu ujian bagi pemilik, kapten, dan nelayan Indonesia lainnya yang memiliki kasus yang sama, di mana perahu mereka disita dan dihancurkan oleh otoritas negara itu," kata Greg Phelps yang juga pengcara Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) yang berkedudukan di Darwin, Australia Utara itu.
Sahring, nelayan berusia 43 tahun asal Sulawesi yang sudah lama menetap di perkampungan nelayan Oesapa, Kupang itu, sudah berulang kali terbang ke Darwin untuk mengikuti jalannya persidangan tersebut, sampai gugatannya dimenangkan oleh Pengadilan Federal Australia di Darwin.
Nelayan ditangkap
Delapan nelayan Indonesia ditangkap pihak Austalia di perairan Laut Timor dan dibawa ke tahanan imigrasi di Darwin.
Delapan nelayan Indonesia itu ditangkap bersama sejumlah siput laut yang dituduhkan dijaring di perairan Australia, sebagaimana dikatakan Komando Perbatasan Maritim atau Maritime Border Command (MBC), Inspektur Ray Graham melalui Australiaplus,com/Supplied dikutip Antara di Kupang, Minggu malam.
Penangkapan berawal dari sebuah pesawat pengintai MBC pada Jumat melihat perahu para nelayan Indonesia di dekat Pulau Browse, sekitar 280 mil di timur laut Broome, Australia Barat.
Lalu dikejar dan ditangkap di perairan Laut Timor dan perahu para nelayan itu dihancurkan di laut dan awak kapalnya dibawa ke Darwin oleh kapal HMAS Bathurst.
Mereka akan diselidiki oleh Angkatan Perbatasan Australia dan Otoritas Manajemen Perikanan Australia (AFMA) karena dugaan pelanggaran Undang-Undang pengelolaan perikanan, katanya.
Inspektur Ray Graham mengatakan pihaknya selalu berhasil dalam mencegat kapal penangkap ikan Indonesia yang berusaha memanfaatkan sumber daya laut Australia.
Melindungi keanekaragaman hayati perairan Australia merupakan prioritas utama bagi Angkatan Perbatasan Australia, ujarnya.
Menurut dia penangkapan nelayan yang diduga menjaring siput secara ilegal itu merupakan pertama kalinya dalam satu dekade telah terjadi penyitaan siput laut dari kapal penangkap ikan asing di perairan Australia, kata Peter Venslovas, general manager operasi AMFA.
Ia menjelaskan sebelumnya pada 1 Juli 2016, ketiga organisasi tersebut bersama-sama menangkap 15 kapal asing yang diduga melakukan penangkapan secara ilegal di perairan Australia.
Kelompok nelayan Indonesia ini berada dalam tahanan imigrasi sambil menunggu finalisasi masalah hukum. Mereka kemudian akan dipindahkan dari Australia, setelah semuanya selesai, kata Peter. (*)