Kediri (Antara Jatim) - Seorang bayi usia 22 bulan asal Kota Kediri, Jawa Timur, diketahui meninggal dunia, akibat penyakit sertaan setelah dinyatakan positif menderita HIV.
"Penyakit yang mendasarinya tidak sembuh-sembuh akhirnya drop, diberi PMT (pemberian makanan tambahan) tapi penyakit tidak bisa diatasi," kata Direktur RSUD Gambiran, Kediri, Fauzan Adima di Kediri, Jawa Timur, Jumat.
Ia mengatakan, bayi tersebut sebelumnya pernah dirawat di RSUD Gambiran, Kota Kediri, selama dua pekan dan keluar dari rumah sakit pada 27 November 2016. Namun, tidak lama setelah keluar dari rumah sakit, bayi yang lahir pada 2015 itu ternyata meninggal dunia. Saat dirawat, orangtua bayi itu tidak memanfaatkan kartu jaminan kesehatan, BPJS Kesehatan.
Pihaknya pun menjelaskan, bayi tersebut tidak menderita busung lapar, melainkan karena menderita penyakit. Dari hasil pemeriksaan tim medis, ia juga diketahui positif HIV.
Kondisi bayi tersebut sudah drop, sehingga badannya sangat kurus. Selain itu, gizi yang masuk juga kurang. Namun, gizi itu kurang bukan karena makanan, melainkan sakit sertaan yang dideritanya.
"Tidak benar jika meninggal karena busung lapar. Saya sudah cek baik ke puskesmas, serta menelusuri data medis tempat ia dirawat, bukan karena busung lapar, tapi meninggal karena penyakit yang diderita pasien ini," jelasnya.
Walaupun diketahui bayi itu positif HIV, Fauzan mengaku belum mengetahui dengan pasti bayi itu tertular dari siapa. Orangtua bayi itu juga belum menjalani pemeriksaan di rumah sakit.
"HIV itu ditularkan bukan penyakit turunan, jadi tidak bisa dipastikan. Belum tentu orangtua ODHS anaknya juga ODHA," katanya.
Sementara itu, Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Kota Kediri Hartono mengatakan, temuan penderita HIV/AIDS di Kota Kediri memang cukup tinggi.
Bahkan, sejak 2003 hingga 2016, data dari KPAD Kota Kediri, ada 811 pasien yang terkena. Di 2016 ini, sampai September 2016 ada 154 temuan baru, pasien yang terkena penyakit yang menggerogoti tubuh tersebut.
Pascatemuan bayi yang meninggal itu, pihaknya akan lebih intensif lagi, terutama mendorong agar ibu-ibu yang mengandung dan beresiko tinggi memeriksakan kesehatannya.
"Kami bekerja semaksimal mungkin, dan saat ini tingkat kesadaran untuk tes juga cukup besar, sehingga yang ditemukan pun banyak," kata Hartono. (*)