Trenggalek (Antara Jatim) - Aksi saling sindir mewarnai forum debat antara dua pasangan calon
Bupati/Wakil Bupati Trenggalek, Jawa Timur yang digelar KPU setempat,
Minggu.
Acara yang digelar di aula salah satu hotel Trenggalek dengan
mengusung tema sosial-budaya, pertahanan-keamanan serta wawasan
kebangsaan itu bahkan beberapa kali menjadi ajang saling kritik atas
visi-misi masing-masing pasangan calon, yakni antara pasangan nomor urut
satu, Kholiq-Priyo Handoko dengan pasangan nomor urut dua, Emil
Elestianto Dardak-Mohamad Nur Arifin.
Emil dan Arifin, misalnya yang diberi kesempatan melempar
pertanyaan atas visi-misi pasangan nomor urut satu, mempertanyakan
konsep pembangunan masyarakat yang berakhlaq versi Calon Bupati Kholiq
yang menurutnya terlalu umum dan tidak spesifik.
Ia juga secara terbuka mempertanyakan komitmen pemberantasan
korupsi pihak pasangan Kholiq-Priyo Handoko yang disebutnya meninggalkan
forum dialog dengan jajaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
beberapa waktu sebelumnya di Surabaya.
Mungkin saat itu Bapak Kholiq dan Pak Priyo (Handoko) memang
sedang terburu. Tapi bagaimana mau membangun masyarakat berahklaq dan
`budaya bersih` sementara saat ada forum dialog yang sangat penting
membahas masa depan pembangunan Trenggalek dengan KPK saya anda berdua
tidak ada," kritik Emil dengan nada bicara lugas.
Tidak berhenti di situ, Arifin yang mendapat kesempatan berikutnya
juga secara khusus mengkritik wacana yang dilontarkan Calon Wakil
Bupati Trenggalek, Priyo Handoko soal komitmen sertifikasi lahan hutan
negara (Perhutani) untuk rakyat, khususnya warga sekitar hutan.
"Bagaimana hutan negara yang sudah jelas batasan-batasan
wilayahnya dan diatur dalam undang-undang ini mau dibagi-bagi untuk
masyarakat. Janganlah seorang calon pemimpin ini melemparkan wacana yang
justru hanya menimbulkan keresahan masyarakat," kritik Arifin dalam
sesi tanya jawab.
Kholiq yang cukup berpengalaman di dunia perpolitikan daerah, menjawabnya dengan tenang.
Menurutnya, konsep pembangunan masyarakat berakhlaq bisa dilakukan
melalui serangkaian kerja berkelanjutan dengan menumbuhkan kearifan
lokal, pengembangan nilai-nilai budaya, komunikasi antarumat beragama,
serta semangat goyong-royong.
"Itu bahasa normatif yang kita gunakan untuk menyampaikan
visi-misi pembangunan masyarakat Trenggalek yang berbudaya dan
berkarakter luhur. Implementasi mengenai gagasan itu akan dituangkan
dalam kinerja pemerintahan yang tertuang dalam RPJMD (rencana
pembangunan jangka menengah daerah), selama lima tahun ke depan," jawab
Kholiq.
Tak mau kalah, Priyo Handoko yang mendapat kesempatan kedua
menanggapi kritik Emil dan Arifin terkait wacana pembebasan lahan hutan
negara/perhutani untuk masyarakat.
"Tanah hutan disertifikasi itu sudah diatur dalam Undang-undang
Agraria. Gagasan sertifikasi tanah hutan untuk rakyat itu soal pemberian
kepastian hukum kepada masyarakat yang sudah menempati lahan hutan
selama berpuluh-puluh tahun. Saya kira ini soal bagaimana pemerintah
daerah bisa memfasilitasi warganya di sekitar hutan, agar mendapat
pengakuan atas pengelolaan lahan di tempatnya selama ini tinggal dan
bermata pencaharian," ujarnya lugas.
Priyo yang berlatar belakang notaris ini balik menyerang Emil dan
Arifin soal penggunaan jargon dan pencatutan nama tokoh Mahatma Gandi
dari India yang menurutnya terlalu jauh dari nilai-nilai kelokalan
Trenggalek.
"Saya kira Trenggalek memiliki tokoh yang lebih hebat dari seorang
Mahatma Gandi. Trenggalek punya tokoh pertanian yang jauh lebih dulu
hidup sebelum tokoh Gandi dari India ini ada, yaitu Haryo Menak Sopal
yang berhasil membangun jaringan irigasi sehingga masyarakat Trenggalek
sehingga tidak lagi melulu makan gaplek," sindirnya dengan nada tinggi.
Selain tokoh Menak Sopal dari era Kerajaan Mataraman Islam yang
berhasil membangun bendungan/dam Bagong, Priyo juga mencontohkan sosok
Pahlawan PETA Supriyadi yang asli Trenggalek dan memiliki karakter kuat,
jauh melebihi KPK yang menjadi andalan kubu Emil-Arifin ketika bicara
soal komitmen budaya bersih.
"Mungkin karena mas Emil ini sudah terbiasa hidup jauh di Jakarta
sehingga menggunakan contoh-contoh yang jauh dari nilai-nilai lokal.
Mereka lupa bahwa Trenggalek punya tokoh-tokoh yang tak kalah hebat
seperti Menak Sopal dan sosok Supriyadi," ujarnya.
Kendati sempat diwarnai pekik-riuh pendukung, jalannya debat atau
adu visi-misi antarkandidat yang sempat diwarnai peringatan dari
moderator itu berlangsung lancar.
Di akhir acara, masing-masing pasangan calon kembali saling
bersalaman dan berangkulan setelah terlebih dulu diberi kesempatan untuk
menyampaikan ringkasan visi-misi pemerintahan serta ajakan kepada
masyarakat pemilih di Trenggalek untuk berpartisipasi dalam coblosan
pilkada serentak yang akan digelar KPU, 9 Desember 2015.(*)
Saling Sindir Warnai Debat Terakhir Pilkada Trenggalek
Minggu, 22 November 2015 19:39 WIB
"Bagaimana hutan negara yang sudah jelas batasan-batasan wilayahnya dan diatur dalam undang-undang ini mau dibagi-bagi untuk masyarakat. Janganlah seorang calon pemimpin ini melemparkan wacana yang justru hanya menimbulkan keresahan masyarakat," kritik Arifin dalam sesi tanya jawab.