Banyuwangi (Antara Jatim) - Mantan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengemukakan akurasi data menjadi bekal bagi pemerintah daerah untuk melaksanakan pembangunan agar berjalan secara optimal.
"Data yang benar dan presisi akan menentukan kualitas kebijakan sehingga bisa lebih tepat sasaran dan berdampak baik. Kalau datanya keliru kan kebijakannya juga bisa keliru. Istilahnya, garbage-in garbage-out. Data keliru alias sampah yang masuk, yang keluar sampah juga," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Banyuwangi, Jawa Timur, Selasa.
Anas mengemukakan hal itu saat menjadi pembicara dalam Rapat Teknis Nasional (Rateknas) Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) se-Indonesia di Batam. Rateknas digelar dalam rangka persiapan pelaksanaan Sensus Ekonomi 2016.
Anas diundang menjadi pembicara dalam Rateknas itu karena selama masa kepemimpinannya, Pemkab Banyuwangi cukup intens menjalin relasi dengan BPS untuk pemenuhan data guna mendukung pembangunan daerah.
Berdasarkan pengalamannya menjadi bupati, Anas mengatakan ada dua keterbatasan yang dihadapi pemerintah daerah, yaitu keterbatasan waktu dimana jabatan kepala daerah hanya lima tahun dan keterbatasan sumber daya, baik sumberdaya anggaran maupun SDM.
Ia mengatakan, menghadapi keterbatasan tersebut, diperlukan pasokan data sosial-ekonomi masyarakat yang akurat. Dari data itulah akan dipetakan problem masyarakat dan prioritas pembangunan.
"Walhasil, dengan segala keterbatasan waktu, anggaran, dan SDM, pemerintah bisa menelorkan kebijakan yang responsif dan mempunyai dampak pengganda yang luas," ujar Anas yang kembali mencalonkan diri sebagai bupati dalam Pilkada Banyuwangi, 9 Desember mendatang.
Anas mengatakan, pada saat dirinya menjabat sebagai bupati, Pemkab Banyuwangi telah menandatangani kerja sama dengan BPS untuk penyediaan data dalam menunjang pembangunan di Banyuwangi. Kerja sama itu telah ditindaklanjuti dengan berbagai koordinasi teknis dan dukungan penuh saat BPS akan melakukan survei, pendataan, maupun pemutakhiran data.
Ia juga berinisiatif mengajak kepala desa, tokoh masyarakat, dan berbagai pemangku kepentingan untuk dipertemukan dengan jajaran BPS Banyuwangi ketika melakukan kegiatan pendataan.
"Kepala desa dan tokoh-tokoh informal harus dilibatkan dalam pendataan karena mereka memahami kondisi masyarakat, mereka bisa memberikan data yang akurat tentang warganya agar data yang diperoleh lebih valid, terpecaya, dan sesuai kondisi riil,"ujarnya.
Oleh karena itu, Anas berjanji akan memperluas pelibatan jajaran desa dan para tokoh informal seperti tokoh agama untuk mendukung pendataan berbagai indikator di masyarakat jika kembali terpilih sebagai Bupati Banyuwangi. Apalagi, tahun depan akan dilakukan Sensus Ekonomi 2016 yang bakal memotret kondisi terkini dunia usaha di seluruh daerah.
"Kami cukup fokus soal data karena sudah merasakan betul manfaatnya. Misalnya soal pengentasan kemiskinan, kami meminta data bisa didetailkan di tiap kecamatan. Soal detail ini penting karena karakteristik di tiap kecamatan berbeda-beda, sehingga solusi di tiap kecamatan juga berbeda-beda. Dengan pendekatan ini, kemiskinan di Banyuwangi yang dulu di level 20 persen, tahun 2014 kemarin bisa turun drastis menjadi 9,5 persen," kata Anas.
Berawal dari data yang akurat, sejumlah program yang dicanangkan di masa kepemimpinan Anas juga berhasil meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat setempat dari Rp14,97 juta per tahun pada 2010 menjadi Rp33 juta pada 2014 berdasarkan perhitungan terbaru BPS. Sementara Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Banyuwangi juga naik dari Rp23,56 triliun menjadi Rp40,48 triliun untuk periode yang sama.
Selain data statistik dari BPS, Anas menceritakan, ketika menjabat dirinya rutin meminta data perbankan untuk mendapatkan data terbaru penyaluran kredit, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK), dan rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL).
"Statistik perbankan menjadi indikator pergerakan ekonomi masyarakat. Saya jadi tahu kecamatan mana yang tumbuhnya bagus, mana yang agak lambat. Bisa ada solusi-solusi. Alhamdulillah ini efektif. Contohnya, kredit bermasalah yang sebelum 2010 dulu hampir 5 persen, kini bisa ditekan di level 2 persen. Artinya, ekonomi bergerak, dan pelaku usaha yang menjadi debitur bank lancar dalam membayar kewajibannya," ujar Anas. (*)
Anas: Akurasi Data Bekal Pembangunan Berjalan Optimal
Selasa, 17 November 2015 19:11 WIB
Walhasil, dengan segala keterbatasan waktu, anggaran, dan SDM, pemerintah bisa menelorkan kebijakan yang responsif dan mempunyai dampak pengganda yang luas.