Petani Tembakau Jember Beralih Gunakan Pupuk Impor
Minggu, 3 Mei 2015 20:44 WIB
![Petani Tembakau Jember Beralih Gunakan Pupuk Impor](https://cdn.antaranews.com/cache/1200x800/2015/05/6aec993f0e4f949f8bca46e5ad89ffb9.jpg)
Jember (Antara Jatim) - Petani tembakau di Kabupaten Jember, Jawa Timur, mulai beralih menggunakan pupuk impor karena pupuk bersubsidi di kabupaten setempat sulit didapatkan.
"Petani yang menggunakan pupuk impor merupakan petani tembakau jenis Na Oogst," kata Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jember, Suwarno, di Jember, Minggu.
Menurut dia, petani tembakau Na Oogst beralih menggunakan pupuk jenis KS (Kalsium Nitrat) yang merupakan pupuk impor Petrokimia dengan harga Rp800.000 per kuintal.
"Petani tembakau jenis Naa Oogst masih tergantung pada jenis pupuk urea dan ZA, sedangkan pupuk impor tersebut digunakan campuran dalam pemupukan," tuturnya.
Salah satu pertimbangan menggunakan pupuk impor, lanjut dia, petani kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi jenis urea dan ZA karena kelangkaan pupuk di beberapa kecamatan.
"Dengan seringnya terjadi kelangkaan pada saat petani membutuhkan pupuk akan membuat petani merugi karena daun tembakau tidak akan tumbuh subur akibat pemakaian pupuk yang tidak teratur," paparnya.
Suwarno mengakui harga pupuk impor tersebut jauh lebih mahal dibandingkan pupuk urea dan ZA yang dapat dibeli petani sebesar Rp180.000 per kuintal, sedangkan pupuk impor KS mencapai Rp800.000 per kuintal.
"Memang harganya mahal, namun campuran pupuk impor itu dapat meningkatkan kualitas daun tembakau yang digunakan sebagai cerutu. Kendati demikian, kami tetap membutuhkan pupuk bersubsidi," katanya.
Ia menjelaskan kuota pupuk bersubsidi untuk sektor perkebunan di Jember masih minim dan tidak sesuai dengan kebutuhan petani di Jember, sehingga petani terpaksa menggunakan pupuk impor.
Sementara Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan Jember, Maskyur, mengatakan jatah pupuk bersubsidi untuk sektor perkebunan maksimal 30 persen dari kuota pupuk bersubsidi di Jember.
"Kami sudah mengajukan sesuai kebutuhan petani perkebunan, tetapi penetapan kuota itu menjadi wewenang birokrasi yang lebih tinggi," ujarnya.(*)