Banyaknya permasalahan terkait kontrak pemain yang belum dibayarkan oleh klub pada kompetisi sebelumnya membuat Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi tidak ingin mengulang kembali. Menteri asal Jawa Timur itu tidak ingin kompetisi sepak bola terbesar di Indonesia jatuh pada lubang yang sama, sehingga dia memutuskan untuk menunda kompetisi itu hingga 4 April 2015, dari jadwal "kick off" semula Jumat 20 Ferbruari 2015. Penundaan ini pun menimbulkan pro kontra di kalangan klub serta operator kompetisi yakni PT Liga Indonesia yang memunculkan berbagai argumen mengenai kerugian penundaan kompetisi, seperti sponsor, kontrak pemain serta kesiapan infrasrtuktur lainnya. Namun, rupayanya si Menpora tidak bergeming dengan adanya pro kontra yang disuarakan oleh klub dan operator liga, bahkan politisi asal PKB ini pun berujar, apa pun risiko yang akan terjadi sudah menjadi konsekuensi. "Saya berharap seluruh masyarakat bangsa untuk memaklumi. Yakinlah kita akan mendapat hasil yang baik pada masa datang," ucap mantan aktivis PMII itu. Keyakinan bisa menggulirkan kompetisi yang lebih baik itu tentunya bukanlah hanya harapan pribadi si Menpora, melainkan semua rakyat Indonesia, khususnya para pencita sepak bola Tanah Air. Ketegasan Menpora dalam menunda kompetisi merupakan sebuah prestasi di bidang sepak bola. Mengapa saya sebut prestasi ? Sebab dalam sejarahnya, campur tangan pemerintah dalam sepak bola sangat sulit berimplikasi dan menyentuh langsung organisasi sepak bola Indonesia, yakni PSSI, bahkan terkesan adem ayem bila mendapat tekanan dari pemerintah. Hal itu terlihat seperti Kongres Sepak Bola Nasional (KSN) dalam beberapa tahun lalu di Malang. Pada saat itu, kongres yang dibuka langsung oleh Susilo Bambang Yudhoyono yang saat itu menjabat sebagai presiden tidak berdampak adanya perubahan dalam kompetisi di Tanah Air. Bahkan, kompetisi di tahun 2014 tercoret tinta merah karena adanya sepak bola "gajah" di pertandingan babak delapan besar Divisi Utama antara PSS Sleman melawan PSIS Sleman, Minggu (26/10/2014). Selain itu, banyaknya klub yang menunggak gaji pemain dan pelatih juga menimbulkan permasalahan tersendiri dan mengganggu jalannya kompetisi. Oleh karena itu, kita berharap ihtiar Menpora menunda kompetisi karena menunggau kelengkapan adimisntrasi klub bisa berdampak pada kompetisi yang lebih sehat dan profesional. Tentunya, dengan berjalannya kompetisi yang lebih baik, publik bola Indonesia bisa berharap mendapatkan pemain tangguh yang profesional serta memunculkan Tim Nasional yang bisa berbicara di dunia internasional. Sebab, publik bola kini hanya butuh prestasi terbaik dari Tim Nasional yang menggunakan pemain profesional dan kompetisi yang berjalan sehat, serta bukan pemain yang merupakan korban dari kompetisi yang sedang berjalan. Kita Tunggu Saja...
"Sejarah" Bola dari Menpora
Minggu, 1 Maret 2015 17:11 WIB