Sekolah di Surabaya Ingin Sumbangan Sukarela Diperbolehkan
Jumat, 27 Februari 2015 19:59 WIB
Surabaya (Antara Jatim) - Sekolah setingkat SD, SMP dan SMA/SMK di Kota Surabaya menginginkan agar sumbangan sukarela diperbolehkan pascaoperasi tangkap tangan dugaan pungutan liar (pungli) di SMA 15 Surabaya beberapa waktu lalu yang sempat membuat pengelola sekolah trauma.
Komite SMAN 5 Surabaya Indra Wahyudi, di Surabaya, Jumat, mengaku sejak sumbangan sukarela dari orang tua siswa dipermasalahkan, pengelola sekolah benar-benar hati-hati.
"Padahal, segala bentuk sumbangan dari siswa selama ini dilakukan atas azas sukarela dan transparan. Sehingga, tidak satupun merasa keberatan karena membantu sekolah bertujuan agar anaknya bisa berhasil," kata Indra saat mengikuti rapat dengar pendapat di ruang Komisi D DPRD Surabaya, Jumat.
Menurut dia, beberapa kegiatan ekstrakuler yang tidak memiliki anggaran biaya terpaksa ditiadakan. Bahkan, kegiatan yang benar-benar bisa menunjang prestasi gagal diselenggarakan lantaran harus memerlukan bantuan biaya dari orang tua siswa.
"Negara tidak bisa merawat anak seperti orang tua sendiri, masak semuanya serba gratis, gratis boleh tapi untuk warga miskin," katanya.
Indra meminta kejelasan sumbangan yang diperbolehkan dan yang dilarang. Sebab, sejak kejadian penangkapan dugaan pungli, di SMA 5 tidak pernah menerima sumbangan. Bahkan, siswa tidak lagi mengeluarkan uang untuk parkir.
"Dulu ada kotak di parkiran sekolah, kita tidak meminta, tapi siswa memberi karena kasihan kepada penjaga parkir, sekarang kotaknya sudah tidak ada," katanya.
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Surabaya M Ikhsan mengaku tidak ingin kegiatan di setiap sekolah di Surabaya mengalami kemunduran. Semua sekolah telah menghentikan aktifitas yang didanai oleh sumbangan sukarela. Kalau tidak ada kepastian mana pungutan yang diperbolehkan dan yang dilarang maka bisa jadi sekolah tidak akan bisa berkembang.
"Selama ini memang banyak pertanyaan tentang sumbangan sukarela itu, sampai puncaknya yang ada di SMA 15. Kejadian itu membuat kita ragu-ragu mengadakan kegiatan," katanya.
Menurut Ikhsan, Dindik Surabaya selama ini selalu mendukung setiap jenis kegiatan yang diadakan oleh sekolah. Hanya saja, dia menginginkan kegiatan itu tidak menyebabkan masalah.
Saat ini kalau ada kegiatan yang dibiayai orang tua berpotensi ramai seperti kasus di SMA 15. "Jadi sampai sekarang kita menunggu arahan dari dewan," katanya.
Ketua Komisi D Bidang Pendidikan DPRD Surabaya Agustin Poliana menerangkan semua bentuk pungutan untuk kegiatan yang tidak dianggarkan dalam Bopda dan Bos memang dibutuhkan.
Selama ini, kata dia, praktik semacam itu lumrah dilakukan sekolah-sekolah di Surabaya. Implikasinya, pendidikan di Surabaya mengalami tren peningkatan yang cukup bagus.
"Jadi pendidikan di Surabaya ini membanggakan, pendidikanya bagus, banyak orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya di Surabaya," katanya.
Menurutnya, pungutan sekolah perlu ada batasan. Kalau memang kegiatan yang dilakukan atas dana swasembada dari orang tua bertujuan baik, dia memandang hal tersebut tidak masalah.
"Sepanjang orang tua mau membantu dan tidak memberatkan saya kira tidak apa-apa," tegas politisi asal Fraksi PDI Perjuangan ini.
Sekretaris Komisi D DPRD Surabaya Fatchul Muid meminta meski pungutan diperbolehkan harus ada tangung jawab dari pengelola sekolah. Dia juga meminta siswa tidak dijadikan objek mencari keuntungan karena pernah terjadi sekolah membuat proposal kegiatan. Tapi nyatanya, hasil proposal itu masuk ke kantong oknum sekolah.
"Anggaran pendidikan di Surabaya ini besar, Rp1,4 triliun, jadi jangan asal buat proposal kegiatan," katanya.
Dia berharap, segala bentuk sumbangan tidak tidak menimbulkan kesenjangan antara siswa miskin dan kaya. Selain itu, pungutan untuk kegiatan harus ada yang bertanggung jawab sehingga ketika ada pihak yang mempersalahkan, cara penyelesaiannya bisa mudah. (*)