Ulama Bangkalan Harapkan Nahrawi Tak Tiru Pendahulunya
Rabu, 29 Oktober 2014 19:36 WIB
Bangkalan (Antara Jatim) - Pengasuh Pesantren Al-Kholiliyah An-Nuroniyah, Bangkalan, Jawa Timur, KH Faisol Anwar, mengingatkan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi tidak meniru menteri pendahulunya yang terlibat tindak pidana korupsi, yakni Andi Mallarangeng.
"Harapan kami, Nahrawi tidak meniru pendahulunya, karena itu jalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab, sesuai dengan ketentuan yang berlaku," katanya di Bangkalan, Rabu.
Ulama dari pesantren yang merupakan tempat Nahrawi menjadi santri itu juga berharap agar Nahrawi bersikap amanah dalam menjabat sebagai Menteri, serta mampu mengabdikan dirinya bagi kemajuan bangsa dan negara terutama dalam bidang kepemudaan dan olahraga.
"Yang tidak kalah pentingnya adalah mampu menjunjung nilai-nilai Islam, dan menjadi teladan bagi semua kalangan dengan jabatannya sebagai Menpora," katanya.
Dalam susunan kabinet yang dipimpin Presiden Joko Widodo, nama Imam Nahrawi yang merupakan putra Madura asal Kabupaten Bangkalan ini menjadi salah satu nama Menteri Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo bersama 33 menteri lainnya.
Imam Nahrawi ini merupakan anak desa, yakni sebuah desa bernama Bandung di Kecamatan Konang, Bangkalan.
Pendidikan formal dijalani di SDN Bandung, Bangkalan tahun 1980-1986, SMPN Konang Bangkalan tahun 1986-1989, MAN Bangkalan tahun 1989-1991, dan IAIN Sunan Ampel Surabaya tahun 1998.
Suami dari Shobibah Rahmah kelahiran 8 Juli 1973 itu pada masa remajanya tidak hanya mengenyam pendidikan formal, tetapi juga pernah menempuh pendidikan non-formal, yakni di pondok pesantren Al-Kholiliyah An-Nuroniyah, Kelurahan Demangan, Bangkalan.
Di pondok pesantren inilah, Imam Nahrawi menimba ilmu agama selama empat tahun, saat ia sekolah di MAN Bangkalan.
"Nahrawi itu adalah anak yang cerdas dan aktif, selain belajar ilmu agama di pesantren ini, dia juga sekolah di MAN Bangkalan," terang Faisol Anwar.
Selama mondok, Nahrawi sering berpuasa, lantaran kiriman dari orang tuanya telat. "Namanya juga orang desa, mungkin orang tuanya belum punya uang untuk mengirim beras ke pondok, maka kirimannya telat. Nahrawi ini tidak pulang, tapi puasa," kenang Faisol.
Meski serba kekurangan, tapi Nahrawi tetap semangat dan tidak pernah mengeluh dengan kondisi yang dialaminya. Selama di pesantren, Nahrawi juga dikenal kreatif melukis dalam tulisan Bahasa arab (kaligrafi).
"Dia juga mahir berbahasa Arab, kemampuannya menonjol dibandingkan teman-teman sepondok lainnya," tuturnya.
Saat dirinya mengetahui santrinya masuk dalam struktur kabinet Presiden Joko Widodo dalam "Kabinet Kerja", ulama pengasuh pondok pesantren Al-Kholiliyah ini mengaku bangsa, sekaligus langsung terkenang masa-masa sulit Nahrawi saat belajar di pondok itu.
"Kepada Allah SWT, saya hanya berdoa, semoga ia tetap diberi kekuatan iman dan tidak tergelincir pada hal-hal yang dilarang oleh hukum dan agama, sebab jika jadi pejabat seperti itu, godaannya jelas akan lebih berat," terang KH Faisol Anwar. (*)