Jalur Satu Arah Kebijakan "Abu-abu" Pemkot Malang
Senin, 15 September 2014 9:59 WIB
Malang (Antara Jatim) - Kemacetan arus lalu lintas dari tahun ke tahun terus menggerogoti wilayah Kota Malang, Jawa Timur, bahkan semakin lama semakin sulit untuk diurai karena pertambahan jumlah kendaraan yang tak terukur tanpa diimbangi dengan penambahan ruas jalan, baik pelebaran maupun jalan baru.
Berbagai wacana dan terobosan untuk mengurai kemacetan arus lalu lintas di daerah itu dilakukan Wali Kota Malang, Moch Anton. Mulai dari angkutan massal berupa bus transmaya, bus sekolah gratis, jalan di bawah tanah hingga jalan satu arah di titik-titik kemacetan.
Namun, dari berbagai wacana dan gagasan yang dilontarkan itu, hanya jalan satu arah di kawasan Dinoyo (Jalan Mayjen Haryono), Betek (Jalan Mayjen Panjaitan) dan Jalan Gajayana yang terealisasi, meski tidak berjalan sepenuhnya alias setengah hati.
Kebijakan pemberlakuan jalan satu arah yang semula mendapat perlawanan dari masyarakat sekitar maupun sopir dan pemilik angkutan kota (angkot) itu hanya berlaku untuk kendaraan pribadi, baik roda dua maupun empat. Sementara kendaraan umum (angkot) tetap diberlakukan dua arah alias melawan arus.
Dibuatkannya jalur khusus angkot (jalur dua arah) tersebut karena adanya protes ratusan sopir dan pemilik angkot serta warga yang berada di sepanjang jalur satu arah itu. "Kalau jalur satu arah bagaimana kami bisa mengangkut penumpang yang menuju kawasan lingkar UB, otomatis pendapatan kami sebagai sopir akan berkurang drastis," kata Riono, salah seorang sopir angkot jalur Arjosari-Landungsari (AL).
Unjuk rasa dan protes warga di sepanjang Jalan Mayjen Haryono hingga Mayjen Panjaitan dan Jalan Gajayana selama berminggu-minggu itu akhirnya membuahkan hasil, yakni angkot tetap boleh melawan arus.
Jika sopir dan pemilik angkot bisa bernafas lega, para pengusaha dan pedagang yang ada di sepanjang jalur satu arah tetap menginginkan jalur dua arah untuk seluruh kendaraan. Bahkan, sampai saat ini pun tulisan dengan pilox yang menentang jalur satu arah masih banyak ditemui di Jalan Mayjen Haryono maupun Mayjen Panjaitan.
Pakar transportasi Universitas Brawijaya, Prof Harnen Sulistyo mengatakan jalur satu arah di Kota Malang tidak berjalan semestinya dan masih memberikan peluang dua arah untuk kendaraan umum ini sebenarnya sangat membahayakan bagi pengendara. "Kalau memang diberlakukan satu arah ya satu arah, tidak setengah hati atau 'abu-abu' seperti sekarang ini," tegasnya.
Apalagi, lanjutnya, dalam penerapan jalur satu arah tersebut tidak ada acuan atau payung hukum yang kuat, seperti peraturan daerah (perda). Bahkan, tidak ada klausal yang mencantumkan sanksi bagi yang melakukan pelanggaran, terutama kendaraan pribadi.
Dalam penerapannya, kata Harnen, masih banyak pelanggaran yang dilakukan, kendaraan pribadi tidak sedikit yang tetap melawan arus dan kadang-kadang mengekor di belakang angkutan umum. Sementara petugas, baik dari kepolisian maupun Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Malang, tidak ada yang menghentikan dan memberikan sanksi.
Dengan masih banyaknya kendaraan pribadi yang melakukan pelanggaran dan tidak ada sanksi, jalur satu arah tersebut menjadi tidak ada artinya dan Pemkot Malang memang masih belum sepenuh hati dalam menjalankan kebijakan tersebut.
Seharusnya, tegasnya, kalau pemkot sudah memutuskan kebijakan satu arah, kendaraan jenis apapun tidak boleh melanggar, termasuk angkot dan satu arah itu juga diberlakukan selama 24 jam."Ini kan kebijakan aneh, kebijakan setengah hati yang diterapkan tanpa melalui kajian mendalam," tandasnya.
Selain aturan yang tidak tegas, katanya, kesadaran masyarakat untuk mematuhi aturan lalu lintas pun sangat rendah. Padahal, ketidakpatuhan pengendara juga berdampak pada kemacetan arus lalu lintas, bahkan kecelakaan.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Malang, Wahyu Setianto mengakui pemberlakuan jalur satu arah 24 jam di lingkar Universitas Brawijaya (UB) karena banyak terjadi pelanggaran lalu lintas di kawasan itu saat diterapkan sistem buka tutup. Sebelumnya, penerapan jalur satu arah di kawasan itu menggunakan sistem buka tutup, jalur satu arah hanya diberlakukan mulai pukul 07.00 WIB sampai pukul 18.00 WIB.
Namun, praktik di lapangan, banyak kendaraan pribadi yang melawan arah pada jam-jam pemberlakukan satu arah. Pelanggaran jalur satu arah banyak dilakukan oleh pengendara sepeda motor, bahkan pengendara roda empat juga tidak sedikit yang melawan arus.
Selain itu, meski belum waktunya dua arah, banyak kendaraan yang sudah melawan arus. Kondisi ini justru membahayakan keselamatan pengendara, sehingga Dishub bakal menerapkan satu arah 24 jam untuk kendaraan pribadi.
Untuk penerapan jalur satu arah selama 24 jam tersebut, katanya, Dishub sudah berkoordinasi dengan Satlantas Polresta Malang agar petugas menindak tegas pengendara yang masih nekat menerobos jalur satu arah di kawasan itu.
"Tindakan tegas terhadap pelanggar lalu lintas itu diharapkan bisa menjadi efek jera bagi pegendara lainnya yang selama ini sering melanggar, termasuk jalur satu arah," tegasnya.
Hanya saja, penerapan jalur satu arah yang diberlakukan penuh 24 jam itu berdampak pada sejumlah trayek angkot, sehingga ada wacana delapan trayek angkot itu akan melewati area kampus UB. Bahkan, surat edaran dari Pemkot Malang sudah dilayangkan ke rektorat UB.
Kondisi itu menunjukkan jika penerapan jalur satu arah yang mulai diterapkan Oktober 2013 itu tanpa kajian matang dan merupakan kebijakan terburu-buru dari Wali Kota Malang yang baru dilantik 13 September 2013 itu.
Satu Arah Tahap II
Kebijakan jalur satu arah yang belum bisa diterapkan sepenuhnya, bahkan sampai saat ini pun Pemkot malang masih terus mengutak-atik rekayasa lalu lintas untuk mengurai kemacetan itu, juga diwacanakan dengan jalur satu arah di Jalan Semeru dan Jalan Kawi.
Tidak mau berkaca dengan awal penerapan jalur satu arah di lingkar UB, beberapa waktu lalu Pemkot Malang juga bersikukuh tetap memberlakukan jalur satu arah di Jalan Semeru dan Kawi, namun belum lagi diterapkan, pada saat uji coba ratusan sopir angkot langsung menolak, bahkan menggelar unjuk rasa dan mogok operasi dengan memarkir angkotnya di sepanjang Jalan Kawi.
Sejumlah sopir angkot dari berbagai jurusan mengaku jika jalur satu arah di kawasan itu diterapkan, banyak angkot yang trayeknya saling bersinggungan dan tentu akan berdampak pada pendapatan masing-masing, bahkan tidak menutup kemungkinan akan sering terjadi perselisihan.
"Oleh karena itu kami menolak pemberlakuan jalur satu arah ini daripada menimbulkan perselisihan antarsopir. Jalur satu arah di lingkar UB saja sudah membuat pendapatan kami berkurang drastis," kata Rudy, sopir angkot jalur Gadang-Landungsari (GL).
Sejumlah jalur yang bersinggungan jika jalur satu arah diterapkan adalah jalur Arjosari-Tidar (AT), Arjosari-Dinoyo-Landungsari (ADL), Gadang-Landungsari (GL), Arjosari-Landungsari (AL), Lanndungsari-Gadang (LG), Mulyorejo-Madyopuro (MM), Landungsari-Dinoyo-Gadang (LDG), dan Madyopuro-Karang Besuki (MK).
Sekretaris Organda Kota Malang Rizky Nurhamidina mengatakan jalur satu arah di Jalan Kawi dan Semeru tidak perlu dilakukan karena sebenarnya sumber kemacetan bukan angkot yang melintasi kawasan itu, tapi penataan parkir yang amburadul, terutama area parkir di Toko Lai-lai yang berada tepat di Bundaran Adipura.
"Bagaimana tidak macet dan amburadul di kawasan itu, parkir kendaraan pengunjung Lai-lai saja berada di marka jalan. Jalan raya yang seharusnya untuk lalu lalang kendaraan menjadi sempit, belum lagi keluar masuknya kendaraan di Toko Lai-lai, jadi tidak perlu ada jalur satu arah," tegasnya.
Sementara di Jalan Kawi, lanjutnya, juga hanya karena adanya keluar masuknya kendaraan di Malang Olimpyc Garden (MOG) saja. Jika dua titik kemacetan itu dibereskan, pasti kawasan Jalan Kawi maupun Semeru tidak akan macet.
Karena mendapat tekanan dari sopir dan pemilik angkot yang turun ke jalan, Wali Kota Malang Moch Anton, setelah berkoordinasi dengan Kapolresta Malang AKBP Totok Suhariyanto dan Kadishub Kota Malang Wahyu Setianto, akhirnya membatalkan penerapan jalur satu arah di Jalan Kawi dan Semeru.
Menurut wali kota, sebenarnya penerapan jalur satu arah di Jalan Kawi maupun Semeru tersebut sudah dikaji secara mendalam dan detail oleh tim dari UB. "Karena sopir dan pemilik angkot serta warga tidak setuju dengan penerapan jalur satu arah ini, lebih baik ditunda dulu dan uji coba yang seharusnya dimulai bulan ini dibatalkan," tegas Anton.
Dalam kajian tim UB disebutkan biang macet di kawasan Semeru adalah perempatan Rajabally dan perempatan Jalan Bromo-Semeru, sehingga perlu ada rekayasa lalu lintas, yakni dengan menerapkan jalur satu arah.
Gagalnya penerapan kebijakan jalur satu arah di kawasan Jalan Semeru dan Kawi dinilai Prof Harnen sebagai kebijakan gegabah pemkot setempat, akibatnya tidak bisa berjalan dengan baik. Pemkot Malang tidak pernah melakukan kajian mendalam dan persiapan secara matang dalam menjalankan kebijakan tersebut, sehingga tidak bisa berjalan dengan sempurna dan justru menimbulkan masalah baru karena banyak terjadi pelanggaran lalu lintas, seperti di lingkar UB.
Sekarang, lanjut Harnen, Pemkot Malang ingin mengulangi kegagalan penerapan jalur satu arah di lingkar UB dengan menerapkan jalur satu arah di Jalan Kawi dan Jalan Semeru. Seharusnya Pemkot Malang belajar dari pengalaman penerapan jalur satu arah di lingkar UB yang tidak berjalan semestinya (sempurna).
Seharusnya, tegas Harnen, sebelum mengeluarkan kebijakan penerapan satu arah, Pemkot Malang membuat persiapan secara matang. Pemkot harus menyelesaikan permasalah teknis dan nonteknis dampak dari penerapan jalur satu arah hingga akar rumput, khususnya solusi bagi mikrolet yang terdampak langsung dengan adanya perubahan jalur.
Pemkot, lanjutnya, harus mencari solusi untuk mikrolet yang trayeknya berubah agar tidak ada masalah. Ketika penerapan satu arah di lingkar UB, permasalahannya juga di mikrolet, akhirnya pemkot memberi keistimewaan dengan memberi jalur khusus, namun dampaknya sekarang justru banyak pelanggaran, apalagi pemkot tidak tegas dalam menerapkan kebijakan tersebut.
Harnen menyatakan ketidaksetujuannya atas penerapan jalur satu arah tersebut, baik di lingkar UB maupun yang bakal diterapkan di Jalan Kawi dan Jalan Semeru karena belum waktunya. Kepadatan kendaraan di kawasan itu hanya terjadi di beberapa titik saja dan itu pun hanya pada jam-jam tertentu.
"Seharusnya Pemkot Malang hanya melakukan rekayasa di titik-titik tertentu dan menata parkir, sebab kemacetan di kawasan itu hanya berada di Simpang Rajanally sampai Bundaran Adipura dan di depan MOG saja, itu pun hanya pada jam-jam tertentu akibat kendaraan yang keluar masuk MOG," tandasnya.
Selain itu, tegas Harnen, pemkot juga harus menambah rambu lalu lintas di kawasan itu serta menyiagakan petugas di titik-titik yang rawan terjadi kemacetan. "Selama ini, di kawasan itu minim rambu lalu lintas dan tidak pernah ada petugas yang berjaga di lokasi yang rawan macet, akibatnya banyak terjadi pelanggaran lalu lintas yang memicu kemacetan," katanya menegaskan.
Setelah gagal menerapkan jalur satu arah di kawasan Jalan Kawi dan Semeru, Pemkot Malang akan memberlakukan jalur satu arah di lingkar UB selama 24 jam. Hanya saja, jalur satu arah tersebut tidak sepenuhnya karena angkot masih tetap menggunakan jalur dua arah.(*)