Prestasi pemerintah yang paling menonjol selama 2013, bisa dibilang adalah di bidang pemberantasan korupsi, terbukti dengan banyaknya pejabat penyelenggara negara yang dibui. Ini bisa dimaklumi karena pada tahun 2013 para penyelenggara negara yang umumnya juga pengurus partai politik atau setidaknya masih memiliki keterkaitan dengan parpol, saling berburu harta sebagai modal bagi biaya pen-caleg-an dirinya maupun ongkos pemenangan partainya masing-masing menjelang Pemilu Legislatif maupun Pemilihan Presiden pada 2014. Hampir semua parpol, tidak terkecuali partai yang selama ini mengaku sebagai partai bersih, melalui kadernya terlibat dalam pencurian uang negara. Kalau toh ada yang belum tersangkut, hal itu lebih karena faktor kemujuran saja. Korupsi memang jalan pintas untuk mengeruk sebanyak-banyaknya uang rakyat, demi kepentingan pribadi maupun partai. Luthfi Hasan Ishaaq, contohnya, mustahil akan memakan seluruh uang hasil korupsi untuk diri sendiri. Meski sebelum ditangkap KPK, ia berkedudukan sebagai Presiden PKS, para petinggi PKS lainnya paham betul bagaimana cara Luthfi menggaet dana, sehingga tidak mungkin dia akan menikmati sendiri hasil korupsinya. Patut diduga, partai pun akan dapat kucuran dana hasil kejahatan, seumpama saja kejahatannya tidak terungkap. Contoh serupa juga dilakukan oleh kader partai lain. Untuk Partai Golkar, bahkan sulit untuk disebut satu persatu kadernya yang nakal, karena begitu banyaknya. PDIP yang elektabilitasnya terus meningkat berdasarkan hasil survei, pun tak kalah bejat. Adapun Partai Demokrat, sebagai partai penguasa, sudah lebih dulu babak belur dengan banyaknya kader mereka yang divonis bersalah oleh pengadilan, baik di level bawah maupun tingkat kasasi. Di luar kejahatan politisi, Komisi antirasuah juga berhasil membongkar kebobrokan pejabat negara. Paling gampang diingat karena mengakibatkan kerugian besar uang negara adalah tersungkurnya petinggi Mabes Polri Irjen Pol Djoko Susilo dalam kasus pembelian alat simulator SIM yang membuat dia harus mendekam belasan tahun di penjara. Memang, sebagian masyarakat telah dibikin puas oleh kinerja KPK, tapi tidak sedikit pula yang merasa penasaran karena beberapa kasus belum juga terselesaikan. Satu di antaranya adalah kasus Bank Century yang memakan waktu hampir empat tahun sehingga wajar ada yang menilai KPK tebang pilih. Bisa dimaklumi, tidak mudah bagi KPK untuk menuntaskan penyimpangan pada Bank Century yang mengakibatkan kerugian negara hingga Rp6,7 tiliun tersebut. Persoalannya bukan pada penanggung jawab kejahatan perbankan tersebut, tetapi siapakah pejabat tersebut. Hal ini tentu berkaitan dengan jabatan yang bersangkutan di pemerintahan. Mungkin KPK beranggapan, apabila dipaksakan untuk menjerat pejabat penting di pemerintahan itu pada saat sekarang ini, lebih banyak 'mudharat'nya ketimbang manfaatnya. Suasana 'chaos' akan terjadi di mana-mana, pemerintahan pun tidak berjalan efektif. Singkat kata, negara ini kacau balau. KPK tentu menghindari preseden buruk seperti itu. Oleh karenanya, mereka terpaksa memperagakan praktik mengulur waktu hingga periode pemerintahan sekarang berakhir pada Oktober 2014. Saat itulah, KPK merasa lebih longgar menjalankan fungsi penyidikan kepada yang bersangkutan karena tidak lagi menjabat. Berbagai contoh perilaku buruk para politisi dalam melanggengkan kekuasaannya menjelang Pileg maupun Pilpres itu perlu dijadikan pelajaran menghadapi aktivitas serupa ke depan. Jika cara-cara busuk itu terus dipertahankan, bukan tidak mungkin negara ini akan masuk dalam golongan berkategori miskin. Lalu, apalah artinya menjadi pemimpin di tengah-tengah rakyat yang menderita. Tugas ke depan tentu akan lebih berat karena salah satu kewajiban pemimpin adalah menyejahterakan rakyatnya dan hal itu tidak mudah diupayakan apabila kondisi keuangan negara tidak mendukung karena banyaknya pelaku korupsi. Maka menghadapi Pemilu tahun depan, berkompetisi-lah secara sehat. Jangan nodai keinginan luhur dalam menyejahterakan rakyat dengan perbuatan tercela. Rakyat sudah muak dengan tingkah laku para politisi maupun pejabat negara yang terus-terusan menggarong uang negara. Waktu sekitar tiga bulan ini rasanya masih cukup bagi para wakil rakyat untuk memperbaiki diri. Ambillah hati rakyat agar mereka antusias menghadiri Tempat Pemungutan Suara (TPS). Respons tuntutan rakyat saat ini yakni berhentilah berkorupsi....!.
Tahun Politik dan Berhenti Berkorupsi
Minggu, 29 Desember 2013 11:00 WIB