Pelemahan Rupiah Diprediksi Berlanjut Hingga 2014
Selasa, 20 Agustus 2013 13:07 WIB
Surabaya (Antara Jatim) - Pengamat pasar uang, Farial Anwar, mengemukakan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat/AS dapat berdampak negatif bagi perekonomian nasional.
"Rupiah pernah berada di posisi Rp10.495 dan kini kian melemah menjadi Rp10.600. Meski demikian, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sempat menguat Rp10.390," katanya, di Surabaya, Selasa.
Ia khawatir, jika pemerintah tidak segera memperbaiki kondisi ekonomi secara internal maka kecenderungan tersebut dapat berlanjut sampai tahun 2014.
"Hal tersebut, juga kian berpengaruh pada munculnya kepanikan dan berpotensi memacetkan kredit valuta asing (valas)," ujarnya.
Ia menjelaskan, kondisi seperti sekarang mampu menciptakan perekonomian di dalam negeri semakin berada pada posisi yang tidak pasti.
"Akibatnya defisit anggaran negara makin membengkak sehingga memberi tekanan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)," katanya.
Di sisi lain, tambah dia, adanya tekanan inflasi dan terganggunya neraca perdagangan dunia ikut memberikan sentimen negatif terhadap kian melemahnya nilai tukar rupiah kepada dolar AS.
"Bahkan, celah perbaikan dengan padanan indikator ekonomi internal dan eksternal menipiskan harapan akan kekuatan rupiah terhadap dolar AS," katanya.
Ia memprediksi, posisi rupiah semakin terdepresiasi. Apalagi, pihaknya tidak melihat adanya sentimen positif yang membawa kekuatan rupiah terhadap nilai tukarnya pada masa mendatang. Walau begitu, ia sulit memperkirakan bagaimana posisi nilai tukar rupiah ke depan termasuk berapa naiknya bilangan yang melemahkan nilai tukar rupiah.
"Yang pasti potensi pelemahan rupiah ada pada masa mendatang (tahun 2014)," tegasnya.
Apalagi, lanjut dia, fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS itu tidak lagi bergerak dalam rentang satuan poin melainkan mengarah pada puluhan poin. Di samping itu, dipicu sikap Bank Indonesia (BI) yang justru menyerahkan kondisi ini pada mekanisme pasar. Padahal, idealnya BI tidak menyampaikan hal itu secara terbuka.
"Pelemahan rupiah yang menajam juga terjadi sejak BI mempertahankan level BI rate di posisi 6,50 persen. Selain itu, naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) juga menjadi faktor pelemahan rupiah," katanya.(*)