Chairul Tanjung: Pemerintah Jangan Prioritaskan Infrastruktur
Selasa, 4 Juni 2013 19:10 WIB
Surabaya (Antara Jatim) - Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) Chairul Tanjung menyatakan pemerintah jangan memprioritaskan pembangunan infrastruktur karena hal itu hanya menguntungkan 20 persen masyarakat yang kaya.
"Masyarakat yang kaya itu hanya membutuhkan iklim usaha melalui peraturan yang mendukung, sebab mereka bisa membangun infrastruktur sendiri," katanya dalam kuliah umum tentang 'Ekonomi Kesejahteraan' di kampus Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Selasa.
Di hadapan hampir 1.000 mahasiswa Surabaya, ia menjelaskan Indonesia memiliki 29 juta masyarakat miskin, 70 juta masyarakat hampir miskin, 100 juta masyarakat menengah, dan 50 juta masyarakat kaya.
"Jadi, penduduk kaya hanya 20 persen, sedangkan penduduk miskin, hampir miskin, dan menengah mencapai hampir 200 juta, karena itu pemerintah hendaknya memprioritaskan pembangunan untuk 80 persen masyarakat, bukan 20 persen masyarakat kaya yang bisa memikirkan dirinya sendiri," katanya.
Menurut anggota Majelis Wali Amanat (MWA) Unair itu, Indonesia akan bisa sejahtera bila pemerintah memprioritaskan pembangunan pada 80 persen masyarakat yang miskin, hampir miskin, dan menengah, sebab 80 persen masyarakat itu tidak bisa berbuat apa-apa tanpa dukungan pemerintah.
"Caranya, 80 persen masyarakat itu dibangun dengan meningkatkan kualitas sumber daya mereka melalui pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi," kata pengusaha yang dikenal sebagai 'Anak Singkong' itu.
Dalam kuliah umum yang dihadiri Rektor Unair Prof H Fasich Apt itu, ia menegaskan bahwa uang negara hendaknya tidak dipakai untuk 20 persen penduduk yang kaya, karena penduduk kaya itu hanya membutuhkan iklim usaha untuk meningkatkan potensinya.
"Pemerintah harus memakai uang negara untuk menggratiskan pendidikan, kesehatan, dan memberdayakan usaha ekonomi kecil dan menengah bagi 80 persen masyarakat kita, bahkan negara harus memaksa masyarakat yang tidak mau sekolah akibat kemiskinannya," katanya.
"Chairman CT Corpora" itu menyatakan 80 persen masyarakat Indonesia hanya 20 persen yang memiliki lahan pertanian atau mayoritas buruh tani, hanya 20 persen pula dari mereka yang memiliki akses perbankan, dan meninjau kembali masuknya perusahaan asing.
"Karena itu, pemerintah harus pula merumuskan kebijakan lahan pertanian yang memihak mereka, mendorong mereka memiliki akses lebih kepada perbankan, dan menghentikan masuknya perusahaan asing yang jumlahnya saat ini berkisar 10 persen, bahkan perbankan sudah 37 persen. Itu bertentangan dengan UUD 1945," katanya.
Ia memperkirakan kebijakan pemerintah untuk melakukan pembangunan 80 persen masyarakat Indonesia akan menciptakan "swing movement" yang mendorong kesejahteraan masyarakat dan kemajuan republik tercinta.
"Hal itu karena pembangunan yang memihak 80 persen masyarakat Indonesia itu akan mengurangi kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa, kesenjangan antara kaya dan miskin, dan kesenjangan lainnya," katanya.
Ia menambahkan sistem "Ekonomi Kesejahteraan" itu berbeda dengan sistem "Ekonomi Pertumbuhan" yang dikembangkan para ekonom Indonesia selama ini, karena sistem "Ekonomi Pertumbuhan" itu hanya menciptakan kesenjangan, sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi tidak ada artinya. (*)