Jakarta (ANTARA) - Direktur Penilaian Perusahaan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) I Gede Nyoman Yetna memastikan BEI bersikap selektif terhadap aksi backdoor listing di pasar modal Indonesia.
Ia memastikan pemegang saham pengendali (PSP) atau pemilik baru yang melakukan aksi backdoor listing di pasar modal Indonesia, memiliki kesediaan untuk membangun dan mendorong pertumbuhan emiten yang mereka akuisisi.
“Yang kita emphasizing adalah bagaimana meyakinkan bahwa para pihak yang masuk adalah pihak yang memiliki willingness untuk ngebangun perusahaan, dan yang kedua, mereka ada aset untuk dapat mem-boosting pertumbuhan perusahaan,” ujar Nyoman dalam wawancara cegat di Gedung BEI, Jakarta, Senin.
Ia melanjutkan, BEI juga memastikan bahwa PSP baru merupakan investor yang memiliki kapabilitas, kompetensi, dan kemauan untuk membangun perusahaan yang mereka akuisisi ke depan.
“Tentunya, yang kita harapkan adalah ada aset yang diinjeksi ke dalamnya, sehingga memberikan perubahan terhadap perusahaan dan ujung-ujungnya memberikan atribusi balik kepada pemegang saham,” ujar Nyoman.
Sepanjang tahun 2025, terdapat tren banyak emiten beraset kecil di BEI yang diakuisisi oleh PSP atau investor baru, atau melangsungkan proses backdoor listing.
Emiten-emiten di BEI yang diakuisisi oleh PSP atau investor baru tersebut, terdiri dari berbagai sektor, di antaranya sektor teknologi, pertambangan, hingga properti.
Backdoor listing merupakan metode bagi perusahaan swasta untuk menjadi perusahaan publik (tercatat di BEI) dengan cara mengakuisisi perusahaan publik yang sudah tercatat di BEI, dan tidak melalui aksi Initial Public Offering (IPO).
Per 8 Desember 2025, perusahaan tercatat di pasar modal Indonesia telah mencapai 968 emiten, yang mana terdapat sebanyak 25 emiten baru sepanjang tahun 2025.
Dari sisi pipeline (antrean), terdapat sebanyak 12 perusahaan berada dalam antrean melangsungkan IPO, yang terdiri dari 8 perusahaan skala besar dengan aset di atas Rp250 miliar, dua perusahaan aset skala menengah antara Rp50-Rp250 miliar, dan satu perusahaan aset skala kecil di bawah Rp50 miliar.
