Pengamat hukum politik dari Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya Sultoni Fikri menilai putusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI terhadap Wakil Ketua Komisi III DPR RI Adies Kadir sudah tepat dan proporsional.
Menurutnya, pernyataan Adies yang sempat menimbulkan perdebatan publik beberapa waktu lalu merupakan bentuk slip of the tongue atau kekeliruan berbicara yang bersifat spontan dan tanpa unsur kesengajaan.
“Yang terjadi pada Bapak Adies Kadir jelas dapat dikategorikan sebagai slip of the tongue, bukan pelanggaran etik. Kekeliruan itu spontan dan tidak dimaksudkan untuk menyinggung atau merendahkan pihak lain,” ujar Sultoni di Surabaya, Rabu.
Ia menjelaskan, merujuk Pasal 20 ayat (2) Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2015, pelanggaran etik hanya dapat dinilai jika mengandung unsur pelanggaran hukum, pelanggaran tata tertib, atau tindakan yang menurunkan martabat lembaga secara substansial.
Karena pernyataan tersebut telah diklarifikasi secara terbuka dan tidak menimbulkan akibat hukum, maka menurutnya tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran etik.
“Pernyataan beliau lebih tepat dipahami sebagai kekeliruan yang telah terkoreksi secara etis dan komunikatif,” lanjut peneliti di Nusantara Center for Social Research itu.
Sultoni juga mengapresiasi langkah cepat Adies yang langsung memberikan klarifikasi keesokan harinya sebagai bentuk tanggung jawab moral dan kedewasaan etik pejabat publik dalam menjaga kepercayaan masyarakat.
“Respons cepat terhadap kesalahan komunikatif menunjukkan adanya kesadaran moral dan tanggung jawab institusional. Itu sejalan dengan prinsip responsible speech dalam ruang demokrasi,” tuturnya.
Sultoni menegaskan bahwa tidak ada unsur pelanggaran substansial dalam kasus tersebut jika merujuk pada UU MD3 dan Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2015. Ia menilai polemik yang sempat muncul lebih disebabkan oleh penyebaran potongan video tanpa konteks penuh di media sosial.
“Yang dinilai dalam pelanggaran etik adalah niat dan akibat hukum. Karena MKD telah memeriksa secara objektif dan menyatakan beliau tidak bersalah, maka persoalan ini selesai secara hukum dan etik,” ujarnya.
Ia menambahkan, MKD telah menggunakan pendekatan edukatif dan proporsional dalam menangani perkara tersebut langkah yang menurutnya penting agar penegakan etik tidak berubah menjadi alat politik atau pembunuhan karakter.
“Keputusan MKD yang menyatakan Adies Kadir tidak bersalah adalah penerapan prinsip fair trial dalam ranah etik parlemen,” katanya.
Editor : Astrid Faidlatul Habibah
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2025