Malang - Pakar pangan Universitas Brawijaya (UB) Malang, Jawa Timur, Prof Dr Nuhfil Hanani menyatakan, diversifikasi pangan bagi masyarakat Indonesia yang telah dicanangkan beberapa tahun silam masih sulit untuk diwujudkan. "Berbeda dengan di negara-negara maju yang dengan mudah melakukan diversifikasi pangan, di negeri kita ini akan sangat sulit untuk mewujudkannya karena pendapatan per kapita penduduk kita masih rendah," katanya di Malang, Rabu. Menurut dia, diversifikasi pangan bisa terwujud secara bertahap jika pendapatan per kapita penduduk sudah mencapai 1.8 US dolar per hari. Dengan pendapatan sebesar itu, masyarakat bisa memilih bahan pangan lain selain beras. Meski tidak seperti penduduk di negara-negara maju, lanjutnya, paling tidak ada beberapa pilihan bahan pangan yang bisa dijangkau oleh masyarakat. Selain faktor pendapatan per kapita penduduk yang masih rendah, katanya, masyarakat Indonesia juga masih sulit untuk meninggalkan beras sebagai bahan pokok utama, meski upaya penganekaragaman bahan pangan di Tanah Air terus diintensifkan agar diversifikasi pangan tersebut bisa terwujud. Padahal, kata anggota kelompok kerja (Pokja) Ahli Dewan Ketahanan Pangan Nasional itu, persediaan bahan pangan di Indonesia cukup banyak dan variatif, bahkan persediaannya mencapai dua kali lipat dibandingkan kebutuhan. Ia mengatakan, Indonesia diperkirakan memiliki 77 jenis sumber karbohidrat, 75 sumber lemak, 26 jenis kacang-kacangan, 228 sayuran, 389 buah-buahan, 48 bahan minuman serta 110 tanaman rempah. Namun, pemanfaatannya untuk mendukung diversifikasi pangan masih sangat minim. Bahkan, tegasnya, potensi pangan di Indonesia juga menempati urutan kedua di dunia setelah Brazil. "Sayangnya masyarakat kita masih belum terbiasa menjadikan bahan pangan dan sumber karbohidrat lainnya sebagai bahan pangan utama selain beras," tandasnya.(*)

Pewarta:

Editor : FAROCHA


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012