Surabaya - Kalangan anggota DPRD Kota Surabaya mendesak untuk segera dibentuk pansus baru Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Surabaya pascaditolaknya Perda RTRW oleh Gubernur Jatim.
Anggota Komisi D DPRD Surabaya Masduki Toha, Selasa, mengatakan satu satunya cara guna menyelesaikan RTRW Surabaya adalah membentuk pansus RTRW yang baru.
"Sesuai aturan yang berlaku, maka pemerintah kota harus mengajukan kembali kemudian disusul pembentukan pansus baru oleh dewan," tegasnya.
Masduki Toha mengungkapkan, sinyal penolakan perda RTRW oleh Gubernur sebenarnya sudah terlihat manakala Raperda RTRW yang hendak diparipurnakan belum mendapat persetujuan substantif dari Kementerian Pekerjaan Umum (PU). Padahal sebelum disahkan dalam rapat paripurna, persetujuan substantif tersebut harusnya sudah diterima.
"Semuanya itu berawal dari salah prosedur, makanya saya tidak heran jika kemudian dikembalikan oleh Gubernur," terang politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.
Sementara ketika disinggung apakah masalah tol tengah kota juga menjadi salah satu alasan dikembaliknya Raperda RTRW. Masduki mengaku tidak tahu.
Menurutnya, dengan tidak adanya persetujuan dari Kementerian PU, sejatinya pemerintah kota sendiri yang dirugikan. "Bila rekomendasi itu ada kita akan tahu perlu tidak Surabaya membangun tol tengah kota. Tapi karena tidak ada, ya, kita sendiri yang bingung," cetusnya.
Sementara itu, mantan anggota pansus RTRW, Agus Santoso menilai akibat dikembalikanya raperda dapat berimplikasi pada kawasan lindung di Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya) beserta penetapan lahan mangrovenya. Dampaknya batas Pamurbaya menjadi tidak menentu.
"Bisa jadi pemanfaatan Pamurbaya untuk urusan pengembang semakin liar. Sekarang ini saja sudah puluhan hingga ratusan hektare kawasan pamurbaya telah diuruk dengan pasir dan batu," ujarnya.
Menurutnya, tanpa ada aturan yang mengikat dalam penetapan garis pantai, pembangunan kota oleh swasta semakin tidak terkendali. Karena, dengan tidak adanya aturan yang mengikat sangat mungkin pengembang itu akan berbuat nakal.
Untuk itu ketegasan pemerintah kota dalam hal ini sangat diperlukan. "Hal semacam ini sudah sering kami lihat dan menjadi kenyataan di lapangan, sementara Pemkot tidak bisa berbuat apa-apa ketika ada lahan yang dilarang didirikan bangunan ternyata di lahan itu tiba-tiba sudah ada bangunan mewah," ujarnya.
Diketahui surat evaluasi dari gubernur itu dibahas di Badan Musyawarah (Banmus) DPRD Surabaya, Senin (17/9). Surat evaluasi dengan Nomor 188/15520/013/2012 itu tentang evaluasi rancangan raperda.
Dalam suratnya gubernur menyatakan belum dapat mengevaluasi raperda karena tidak dilengkapi dengan persetujuan substansi yang membidangi urusan tata ruang dalam hal ini Kementerian PU sebagaimana diatur dalam 20 ayat 1 dan 2 Permendagri Nomor 28 tahun 2008 tentang tata cara evaluasi rancangan perda tentang rencana tata ruang daerah. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012