Jember - Keluarga TKI asal Jember, Jawa Timur, Vitria Depsi Wahyuni (20), memprotes Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi atas hukuman bagi Vitria yang diperberat oleh Pengadilan Singapura dari 10 tahun menjadi 20 tahun. "Kami keberatan atas hukuman bagi adik sepupu kami yang justru semakin berat dari 10 tahun menjadi 20 tahun, padahal kami tidak menerima informasi apa-apa setelah vonis (7/3), karena itu kami akan memprotes Kemenlu dan Kemenakertrans," kata kakak sepupu Vitria, yakni Sugiono, kepada ANTARA di Jember, Kamis. Ia mengemukakan hal itu di sela-sela pertemuan dengan analis kebijakan "Migrant Care" Jakarta Wahyu Susilo dan Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Jatim Moch Cholily di Sekretariat SBMI Jember menanggapi putusan banding dari Pengadilan Singapura yang memperberat hukuman Vitria. Senada dengan itu, Ketua SBMI Jatim Moch Cholily menilai Kemenlu dan KBRI Singapura telah melakukan kelalaian dengan tidak mengawal kasus Vitria setelah vonis pada 7 Maret 2012. "Saat itu, Vitria divonis sepuluh tahun penjara dan akan bebas pada 2016 setelah dikurangi masa tahanan, namun KBRI Singapura dan pemerintah Indonesia mengabaikan banding atas vonis itu," katanya. Padahal, katanya, bila KBRI Singapura dan pemerintah tidak meremehkan banding dari keluarga korban, maka keluarga Vitria siap membantu dengan mengajukan bukti-bukti untuk memperkuat hasil dari vonis itu, bahkan sangat mungkin akan meringankan hukuman Vitria saat ada banding. "Tapi, pemerintah cukup puas dengan vonis pada 7 Maret 2012 itu, sehingga keluarga korban atau majikan Vitria mengajukan banding dan menyertakan bukti-bukti untuk memperberat hukuman Vitria, padahal kami memiliki bukti kuat yang dapat mematahkan bukti-bukti mereka," katanya. Menurut dia, vonis pada 7 Maret 2012 sebenarnya hanya didasarkan fakta-fakta sosial yang dikemukakan pengacara KBRI Singapura, Muhammad Muzammil SH, yakni Vitria berasal dari keluarga miskin yang tertekan secara ekonomi. "Padahal, kami memiliki bukti kuat bahwa Vitria berangkat ke Singapura dalam usia 17 tahun dan berangkat melalui sejumlah dokumen palsu, termasuk pemalsuan usia Vitria, apalagi Vitria yang masih labil secara emosional itu sering mengalami perlakuan tidak manusiawi. Jadi, apa yang disebut sebagai pembunuhan itu sesungguhnya merupakan pembelaan semata," katanya. Oleh karena itu, pihaknya akan melakukan gelar perkara tentang kasus Vitria dengan Komnas HAM Perempuan di Jakarta, lalu hasilnya yang dilengkapi dengan surat keberatan keluarga Vitria akan disampaikan ke Kemenlu, Kemenakertrans, BNP2TKI, dan Polda Jatim. "Kami juga menilai Polda Jatim tidak serius, karena pemalsuan dokumen yang melibatkan tiga perusahaan pengerah tenaga kerja yang memberangkatkan Vitria dengan dokumen-dokumen palsu itu tidak dipidana. Nanti, kami minta Menakertrans dan BNP2TKI bersikap," katanya. Dalam pertemuan itu, analis kebijakan "Migrant Care" Jakarta Wahyu Susilo mengaku kecewa dengan Kemenlu, KBRI, dan Kemenakertrans yang tidak serius dalam menangani kasus TKI yang terancam hukuman di negara orang. (*)

Pewarta:

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012