Jember - Budayawan dari Universitas Jember Prof Dr Ayu Sutarto menilai, tradisi mudik Lebaran itu mengandung nilai spiritual yang tinggi, yakni untuk berbagi.
"Kita berbagi kebahagiaan dengan keluarga besar di tempat asal kita," katanya kepada ANTARA di Jember, Jumat.
Ia mengemukakan bahwa berbagi itu tidak sekedar dalam hal arti harta, melainkan yang lebih esensial dan spiritual, terutama berbagi maaf atau saling memaafkan.
Karena itu, kata pria asal Pacitan, Jatim, ini sangat tidak arif jika mudik yang menjadi tradisi khas umat Muslim Indonesia itu dipersoalkan karena dianggap hanya menghabiskan uang yang dikumpulkan selama setahun.
"Jangan hanya dilihat dari aspek ekonomi seperti itu. Ini adalah tradisi bangsa Indonesia yang luar biasa dan negara harus melayani dengan baik pada rakyatnya yang sedang melaksanakan ritual besar ini. Tradisi ini tidak ada di tempat lain," katanya.
Ia mengimbau pemerintah untuk betul-betul memberikan rasa nyaman dan aman kepada para pemudik. Pemerintah harus memberi perhatian besar karena mudik ini memiliki nilai silaturrahim tinggi untuk saling memaafkan.
"Di tengah situasi yang dipenuhi pertengkaran, tradisi mudik ini memberikan sesuatu yang lain karena semua mau meminta maaf dan memaafkan," kata Ayu Sutarto.
Ia sendiri mengaku masih tetap mempertahankan tradisi mudik ke Pacitan. Apalagi sang ibu dan keluarga lainnya masih ada. Tak ketinggalan dalam mudik itu ia berziarah ke makam leluhurnya.
"Ziarah ini bukan masalah syirik. Ini dalam rangka mendekatkan emosional kita dengan para leluhur. Yang lebih penting lagi adalah mengingatkan bahwa kita juga akan menuju ke alam kubur juga," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012