Surabaya - Ikatan Ahli Gula Indonesia menilai inefisiensi merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi industri gula nasional, sehingga mengakibatkan produktivitas menjadi tidak maksimal. Ketua Ikatan Ahli Gula Indonesia (Ikagi) Subiyono kepada wartawan di Surabaya, Minggu mengemukakan, inefisiensi industri gula tidak hanya terjadi pada sisi "on farm" (budi daya), tetapi juga saat proses pengolahan di pabrik (off farm). "Banyak bagian dari tebu yang terbuang saat proses pengolahan di pabrik gula sehingga membuat rendemen menjadi rendah dan produktivitas juga menurun," tukasnya. Menurut Subiyono, sebaik apapun kualitas tebu hasil budidaya, jika proses pengolahan di pabrik gula tidak efisien, produksi juga tidak akan maksimal. Inefisiensi lainnya juga terjadi pada penggunaan bahan bakar yang masih tinggi. Padahal, lanjutnya, tebu termasuk tanaman yang punya karakteristik sebagai sumber energi. "Seharusnya pabrik gula bisa hemat bahan bakar minyak, karena pada saat giling mengeluarkan ampas tebu atau bagas yang bisa digunakan untuk bahan bakar alternatif," tambah Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X itu. Subiyono mencontohkan, pabrik gula PTPN X telah berhasil melakukan penghematan BBM melalui pemanfaatan bagas tersebut. Belanja BBM yang pada 2008 mencapai Rp128 miliar, selama empat tahun terakhir berhasil ditekan dan penggunaan BBM pada 2011 hanya sebesar Rp8 miliar. "Angka itu terus berusaha kami tekan. Untuk giling tahun ini, sejak Mei lalu belanja BBM sudah turun menjadi sekitar Rp3,5 miliar," paparnya. Selain efisiensi, Subiyono menambahkan, langkah strategis lain untuk mendongkrak kinerja industri gula nasional adalah diversifikasi dan optimalisasi. Menurut ia, sudah saat pabrik gula menggarap produk lain turunan tebu, tanpa harus mengganggu tugas pemenuhan gula sebagai sumber pangan. Salah satunya adalah bioetanol yang dihasilkan dari molases (tetes tebu). PTPN X yang mengelola 11 pabrik gula, saat ini sedang membangun pabrik bioetanol yang terintegrasi dengan PG Gempolkrep di Mojokerto. Pabrik itu berkapasitas 330.000 kiloliter dengan kebutuhan bahan baku 120.000 ton molases. "Kami juga mengembangkan energi listrik di PG Ngadirejo dan PG Pesantren Baru (keduanya di Kediri). Targetnya tahun depan energi listrik itu sudah bisa dijual," kata Subiyono. Terkait optimalisasi, ia menilai sebanyak 62 pabrik gula yang beroperasi di Indonesia saat ini seharusnya mampu mencapai produksi 2,96 juta ton atau lebih per tahun. Namun, kenyataannya produksi yang dihasilkan baru sekitar 2,3 juta ton. "Tapi, optimalisasi kapasitas juga bergantung dari pasokan tebu petani. Oleh karena itu, pembenahan dari sisi 'on farm' harus sejalan dengan 'off farm'," ujar Subiyono.(*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012