Blitar - Sejumlah perajin tahu di Blitar menyiasati ukuran tahu produksinya, guna menekan biaya produksi seiring dengan tingginya harga bahan baku kedelai.
Harianto (58), salah seorang perajin tahu asal Kelurahan Pakunden, Kecamatan Sukorejo, Kota Blitar, Rabu mengaku, ukuran tahu produksinya saat ini memang lebih kecil daripada sebelumnya. Ia terpaksa mengurangi sampai sekitar 1 centimeter.
"Biasanya, satu kali masak tahu bisa diiris menjadi 80 kotak, tapi untuk saat ini terpaksa dijadikan 100 kotak," ucapnya, mengungkapkan.
Ia mengatakan, dampak dari strategi bisnisnya ini juga sudah mulai berimbas. Para pembeli sudah mulai mempertanyakan, mengapa ukuran tahu produksinya tidak seperti biasanya. Bahkan, omzetnya kini turun sekitar 50 persen.
Ia sebenarnya tidak ingin mengurangi takaran atau ukuran dari tahu yang dijualnya itu, namun kenaikan harga bahan baku kedelai sudah dirasakan sangat berat. Harga kedelai terus naik sejak dua pekan terakhir, hingga kini menyentuh harga Rp8.500 perkilogram.
Bahkan, harga kedelai lokal dengan impor saat ini sama. Harga juga terus meningkat, jika dibanding pada hari-hari sebelumnya yang hanya Rp7.000 perkilogram. Tingkat kenaikan juga nisbi sangat tinggi, sampai Rp1.500 perkilogram.
Ia mengaku sangat resah dengan kenaikan harga itu. Untuk saat ini, ia terpaksa juga mengurangi jumlah pembelian kedelai. Jika biasanya sehari membutuhkan sekitar 2 ton kedelai, saat ini ia mengurangi hanya 1,5 ton saja.
"Kami sangat resah dengan kenaikan harga ini. Setiap hari harga selalu naik, padahal kami juga terus produksi. Jika seperti ini, kami khawatir sudah tidak dapat bertahan lagi," ucapnya.
Jumlah perajin dengan bahan baku kedelai, baik produksi tahu maupun tempe di Kota Blitar cukup besar. Ada puluhan UMKM di Blitar yang bergerak di bidang produksi tahu dan kedelai tersebut, di mana salah satu sentranya ada di Kecamatan Sukorejo, Kota Blitar.
Sementara itu, Pemerintah Kota Blitar belum ada rencana untuk memberikan bantuan subsidi bagi para perajin tahu dan kedelai. Namun, pemerintah telah menyedikan program kredit untuk pengembangan usaha.
"Kalau untuk subsidi, kami belum membicarakan," kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Kota Kediri Muh Sidik.
Indonesia memang menjadi salah satu negara pengimpor kedelai yang cukup besar di Asia Tenggara. Sekitar 80 persen dari kedelai impor ini digunakan sebagai bahan baku pembuatan tahu dan tempe.
Wakil Ketua Forum Tempe Indonesia (FTI) Made Astawan di Jakarta mengatakan, saat ini di Indonesia terdapat 32.171 usaha kecil menengah (UKM) yang memproduksi lauk tempe. Mereka membutuhkan 1,8 juta ton kedelai per tahun untuk menghasilkan 2,4 juta ton tempe per tahun.
Potensi UKM di Indonesia juga cukup besar, karena mampu menyerap sampai 83.352 tenaga kerja. Usaha ini tentunya mempunyai prospek yang cukup bagus untuk dikembangkan, namun juga tidak maksimal jika tidak mendapatkan dukungan pemerintah, berupa pengembangan usaha.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012