Surabaya - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Marie Elka Pangestu menegaskan bahwa kuliner, batik, musik, dan film dari Indonesia harus bisa mendunia.
"Kita masih sedang memilih kuliner khas Indonesia untuk dipersembahkan pada dunia, di antaranya nasi goreng, rendang, sate, soto, asinan," katanya di sela-sela peresmian Fakultas Industri Kreatif di Universitas Surabaya (Ubaya), Jumat.
Didampingi Rektor Ubaya Prof Joniarto Parung PhD, ia menjelaskan kuliner itu dapat menjadi sarana promosi suatu negara dan bahkan ada pula diplomasi kuliner.
"Tapi, di Amerika misalnya, restoran Indonesia hanya ada 52 buah, sedangkan restoran China di sana sudah 28.000-an, restoran Vietnam ada 5.000-an, restoran Thailand ada 4.000-an," katanya.
Menurut dia, hal itu memang agak menyulitkan, karena kuliner khas Indonesia itu banyak, sehingga orang asing mengenal kuliner Indonesia dengan rasa yang macam-macam akibat sulitnya menemukan "tren" kuliner Indonesia.
"Karena itu, kita akan cari satu kuliner khas Indonesia untuk dikembangkan sebagai tren agar lebih cepat mendunia, tapi kita masih sedang memilih. Tidak hanya itu, musik, batik, film, juga harus mendunia," katanya.
Dalam kaitan itu, ia memuji langkah Ubaya mendirikan Fakultas Industri Kreatif (FIK), karena langkah itu akan mendorong tumbuhnya industri kreatif ala Indonesia yang memunculkan gelombang atau tren khas Indonesia.
"Batik adalah contoh yang menarik, karena batik sekarang sudah menjadi tren yang disukai anak-anak muda. Batik sudah tidak 'jadul' (jaman dulu/kuno), bahkan anak-anak band sudah sering pakai," katanya.
Masalahnya, tren batik itu belum menjadi "mode" (fashion) yang mendunia. "Kita akan upayakan itu, tapi mungkin hanya mengambil untuk interior, karena dunia itu beragam, seperti Jepang suka kalem," katanya.
Namun, katanya, hal itu dapat dilakukan. "Musik juga bisa, bahkan di Ubud ada Cafe Jazz yang jadi rujukan artis dan musisi dunia. Mungkin kita perlu ambil warna tradisional untuk musik dunia khas Indonesia," katanya.
Ia menilai penciptaan tren itu perlu kolaborasi seniman-industriawan. "Misalnya, wayang mungkin sulit kalau dibuat semalam suntuk, tapi bisa dibuat singkat dan berbahasa Inggris, tapi nuansa, musik, dan isi cerita tetap mewakili tradisi Indonesia," katanya.
Setelah meresmikan FIK Ubaya itu, Menparekraf berkeliling melihat hasil kreatifitas mahasiswa Ubaya seperti pakaian dengan mode dari kertas dan beberapa UKM yang selama ini dibina sivitas akademika Ubaya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012