Sepekan terakhir ini, beberapa media, baik cetak maupun elektronika, masih sering dihiasi dengan judul utama tentang korban lumpur Lapindo yang meminta pelunasan pembayaran jual beli atas tanah mereka yang hingga kini masih belum terselesaikan.
Memang, agaknya permasalahan pembayaran jual beli kepada warga korban lumpur Lapindo melalui bebeberapa skema yang dijanjikan oleh Minarak Lapindo Jaya selaku juru bayar dari Lapindo Brantas Inc. masih menyisakan berbagai macam persoalan.
Salah satunya adalah korban lumpur yang tinggal di Perumahan Kahuripan Nirwana Village (KNV) yang setelah tiga tahun menempati rumah baru masih juga belum mendapatkan sertifikat.
"Kami tidak rela kalau menghuni sebuah rumah tanpa dilengkapi dengan sertifikat tanah dan rumah yang layak. Kami ingin, sertifikat rumah kami itu segera diselesaikan supaya tidak terjadi kekhawatiran bagi korban lumpur seperti kami ini," kata Anang Sholeh, salah seorang warga saat menggelar orasi menuntut sertifikat tanah mereka di pintu masuk perumahan KNV pekan lalu.
Warga yang tinggal di KNV ini merupakan warga yang memilih opsi "cash and reaseltlement" yang dilakukan oleh Minarak Lapindo Jaya kepada warga yang mendapatkan ganti rugi berupa rumah dan juga uang.
Namun sayang, setelah tiga tahun menghuni rumah buatan pengembang PT Mutiara Mashur Sejahtera, warga belum juga mendapatkan sertifikat yang diinginkannya. Padahal, sebagian besar warga tersebut mengaku sudah berulang kali melakukan demo dan juga mempertanyakan perihal perkembangan pembuatan sertifikat itu.
Dari data yang dimiliki oleh warga, terdapat sekitar 1.600 sertifikat milik warga tersebut masih belum terselesaikan dengan berbagai macam alasan yang sudah diberikan oleh pengembang seperti masih dalam proses di Badan Pertanahan Negara atau juga PT Mutiara Mashur Sejahtera sudah tidak memiliki uang untuk melanjutkan pembuatan sertifikat tersebut.
Sebagai gantinya, kini warga nekad membuat tenda keprihatinan sebagai bentuk protes warga yang dipasang di depan pintu masuk perumahan sehingga membuat sejumlah pengendara yang melewati depan perumahan harus rela menoleh untuk sekadar melihat apa yang telah dilakukan oleh warga.
Lain skema pembayaran, lain pula permasalahan yang dihadapi. Seperti yang terjadi pada warga yang masuk dalam skema pembayaran "Cash and carry" yang juga dilakukan oleh Minarak Lapindo Jaya kepada sejumlah warga yang berada di dalam peta areal terdampak khususnya mereka yang Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007.
Mereka juga menuntut belum tuntasnya angsuran ganti rugi kepada warga yang sudah hampir delapan bulan ini tersendat dengan alasan keluarga Bakrie sedang dilanda masalah perekonomian untuk melakukan pembayaran jual beli kepada warga.
Warga yang tergabung dalam beberapa elemen warga seperti Gerakaan Korban Lumpur Lapindo dan juga Paguyuban Korban Lumpur Menolak Kontrak ini mengaku jika warga sudah menuruti permintaan Minarak Lapindo Jaya dengan masuk skema pembayaran tersebut.
"Kami ingin, pelunasan tersebut segera diselesaikan. Kami jangan dibedakan dengan warga korban lumpur yang masuk dalam tanggung jawab pembayaran pemerintah melalui Anggaran Belanja dan Pendapatan Negera," kata Yudi Pintoko saat melakukan orasi sambil memblokade Jalan Raya Porong, beberapa waktu lalu.
Menurut dia, warga sudah jenuh dengan janji-janji yang diberikan oleh Minarak Lapindo Jaya terkait dengan tersendatnya proses pelunasan tersebut dengan alasan keluarga Bakrie dengan krisis keuangan.
Beberapa kali, warga juga sudah melakukan pertemuan dengan Minarak Lapindo Jaya dengan difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dan juga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah setempat. Hasilnya, keluarga Bakrie hanya sanggup untuk menyediakan dana sebesar Rp400 miliar untuk pelunasan kepada warga korban lumpur dari total kebutuhan dana sekitar Rp1,1 triliun.
"Kami hanya memiliki dana Rp400 miliar dan dana tersebut diutamakan kepada warga korban lumpur dengan nominal pelunasan pembayaran dibawah Rp500 juta. Sementara yang ganti ruginya di atas Rp500 juta akan dicarikan solusi lainnya," ucap Vice Presiden Minarak Lapindo Jaya, Andi Darussalam Tabusala, saat menemui korban lumpur di Gedung Dewan Sidoarjo pada awal pekan lalu.
Penegasan kepemilikian dana Rp400 miliar itu juga dilakukan oleh Nirwan Bakrie selaku perwakilan keluarga yang menjelaskan dana senilai Rp400 miliar tersebut akan mulai diberikan kepada warga sekitar Juni mendatang.
"Terkait dengan metode pembayarannya akan kami serahkan kepada masing-masing koordinator warga supaya memberitahukan kepada warga yang lain terkait dengan pembayaran ini," kata Nirwan setelah menemui perwakilan warga di Gedung VIP Bandara Internasional Juanda di Sedati, Sidoarjo.
Namun, apapun bentuk pelunasan dan metode yang digunakan oleh Minarak, keinginan warga hanya satu yaitu segera dilunasi dan semua janji yang selama ini dijanjikan juga ditepati.
Entah kapan janji dan pelunasan pembayaran jual beli itu segera dilakukan, siapa yang tahu? (*).
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012