Pacitan - Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) menyimpulkan bahwa konflik antarnelayan di berbagai perairan di Indonesia selama ini lebih disebabkan oleh kesalahpahaman mengenai konsep otonomi daerah sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Nomor 32/2004. "Ya, kebanyakan kasus timbul karena nelayan salah dalam memahami Pasal 18 Undang-Undang Nomor 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah," ujar Kabid Penyiapan Kebijakan Operasi Keamanan Laut pada Bakorkamla Kolonel Sutriyono saat berkunjung ke Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, Jumat. Menurutnya, selain masalah pemahaman yang salah, di sisi lain keberadaan UU Nomor 17/2008 tentang Pelayaran juga belum dapat diterapkan secara penuh dan masih dikaji oleh sejumlah pihak terkait di pemerintahan. Namun, katanya, dalam aturan tersebut saat ini masih terfokus pada keselamatan pelayaran saja, salah satunya rencana pembentukan personel pengawas pantai. Masalahnya, kata Sutriyono, tugas dan kewenangan satuan pengawal atau pengawas pantai itu sangat terbatas. Mereka hanya diorientasikan untuk memastikan keselamatan pelayaran dan belum sepenuhnya mengakomodir upaya-upaya untuk penegakan hukum. "Ini masih membutuhkan diskusi yang panjang," ujarnya. Perwira menengah ini kemudian menganalogikan kondisi sebuah perairan dengan jalan raya. Di jalan raya, meski banyak lalu-lalang warga dari berbagai daerah, namun gesekan antarpengguna jalan yang dipicu eksistensi dan semangat kedaerahan sangatlah minim. Kondisi sebaliknya justru terjadi di lautan. Fakta itu setidaknya terlihat dari kerapnya konflik yang dipicu kesalahan persepsi mengenai penguasaan area tangkap antara nelayan lokal dengan kelompok pendatang. Pemahaman yang salah kaprah itu, menurut Sutriyono, dipicu pemahaman keliru mengenai kawasan laut yang masuk dalam wilayah daerah tertentu mutlak dikuasai oleh penduduknya. Menurut Sutriyono, daripada nelayan mempertentangkan kawasan dengan berpedoman pada UU 32/2004, sebaiknya mereka meningkatkan pemahaman mengenai pengaturan jalur pelayaran dan penangkapan ikan. Dengan demikian, kata dia, garis batas jalur operasi nelayan tradisional maupun kapal-kapal penangkap ikan berukuran besar jelas. Sehingga konflik di antara mereka dapat dicegah. "Sebaiknya kita fokus pada pengaturan jalur, bukan pengkotak-kotakan wilayah. Kami kira itu lebih bagus," ujarnya. (*)

Pewarta:

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012