Surabaya - Tentu, Anda sudah pernah menerima SMS yang berbunyi, "Anda Mendapat Bonus Rp10 Juta. Mohon Anda Hubungi Nomer 081234567XXX" ? Atau, Anda masih ingat kasus sedot pulsa yang ramai ? Agaknya, model serupa juga menjalar ke Ujian Nasional (UN) sejak beberapa tahun terakhir dan tampak begitu masif pada tahun 2012. Kunci jawaban UN 2012 pun beredar lewat SMS sejak hari pertama UN pada 16 April 2012. SMS itu pun hampir merata di seluruh Indonesia dan akhirnya membuat risih anggota Dewan Pendidikan Kabupaten Jombang, kemudian dia mengumpulkan sejumlah guru mata pelajaran tertentu untuk mengecek kebenaran jawabannya. Hasilnya mengejutkan, yakni kecocokannya mencapai 70 persen ! Tentu, media massa pun langsung "melahap" sebagai fokus, lalu hari kedua pun muncul SMS untuk mata pelajaran lain lagi dengan kecocokan 66 persen, sehingga mencuatlah kegaduhan UN 2012. Alhamdulillah, Mendikbud Mohammad Nuh menyikapi secara bijak. Ia berjanji menurunkan tim untuk mengecek kebenaran adanya peredaran kunci jawaban UN dengan tingkat kecocokan hingga 70 persen di Jombang, Jatim. "Tidak hanya Jombang, saya juga menurunkan tim untuk daerah lain (Sumut, Jateng, Sultra, Sulsel) yang juga ada kasus. Saya tidak mau gegabah, karena itu perlu tim verifikasi," katanya kepada ANTARA Surabaya (17/4). Menurut mantan Rektor ITS Surabaya itu, jika tim verifikasi menemukan kebenaran kecurangan dan kebocoran UN, maka pihaknya akan menyiapkan UN ulang kepada siswa ada pada sekolah yang dicurigai. "Kecurangan atau kebocoran UN itu sekarang mudah dilacak, nanti tim akan melacak dari belakang yakni percetakan mana, sehingga dari kode yang diketahui akan mudah ditelusuri darimana asal kebocoran itu," ucapnya. Ia mengaku tidak akan gegabah menyimpulkan kasus kunci jawaban UN di Jombang hingga 70 persen itu sebagai kesalahan pihak tertentu, apakah percetakan, sekolah, siswa, dinas pendidikan, pengawas, dan seterusnya. "Tim verifikasi akan mengetahui duduk perkara yang sebenarnya, karena mereka juga akan mencocokkan 'scanning' (pindai) kunci jawaban dengan lokasi kebocoran atau kecurangan itu, sehingga dapat disimpulkan ada kebocoran atau kecurangan atau tidak," paparnya. Kalau benar, kata mantan Menkominfo itu, UN setempat akan diulang, tapi kalau tidak benar, misalnya, kunci jawaban yang beredar itu belum digunakan siswa, maka hal itu perbuatan oknum tak bertanggung jawab yang mengacu pada soal UN pada tahun-tahun sebelumnya dengan memanfaatkan SMS. "Itu dugaan saya, karena rasanya seorang siswa tidak mungkin menghafal 250 item jawaban, sebab UN sekarang ada lima tipe soal dan kalau soal UN ada 50 item, maka ada 250 item jawaban yang harus dihafalkan siswa. Itu tidak mungkin, tapi kejadian itu tetap harus diverifikasi," ujarnya. Dari pengalaman itu, di hari-hari pelaksanaan UN berikutnya, ia meminta pengawas UN untuk lebih aktif meneliti siswa yang menggunakan HP, siswa yang memakai kertas untuk contekan, dan sebagainya. Data Humas Kemendikbud mencatat pengaduan dari masyarakat atas isu kebocoran soal UN pada hari pertama (16/4) mencapai 27 kasus, isu kecurangan mencapai 54 kasus, dan beredarnya kunci jawaban 20 kasus. Selain itu, ada juga laporan soal tertukar sebanyak dua kasus. Total pengaduan 254 kasus. Laporan itu antara lain beredarnya kunci jawaban lewat modus SMS di Jombang dan Madiun (Jawa Timur); Temanggung dan Demak (Jawa Tengah); Kendari (Sulawesi Tenggara). Pengaduan itu bukan hanya kunci jawaban Bahasa Indonesia di Jombang, tapi ada pula pelajar yang ketahuan mencontek atau guru yang memberitahukan jawaban soal kepada anak didiknya, seperti di Watampone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, dan Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara. SMS Berantai Agaknya, Mendikbud langsung menggelar telekonferens dengan sejumlah daerah yang diduga ada "kegaduhan" itu, di antaranya dengan Kadisdik Jatim Dr Harun MSi yang didampingi Kadisdik Jombang Muntholip, dan Koordinator Pengawas UN Prof Muchlas Samani MPd. Dalam telekonferens di Kantor Disdik Jatim (17/4) yang juga dihadiri Ketua Dewan Pendidikan Jatim Prof Zainuddin Maliki MSi itu, Koordinator Pengawas UN Prof Muchlas Samani MPd menegaskan bahwa kasus kunci jawaban UN di Jombang hanya SMS (pesan singkat) yang dikirimkan secara berantai. "Kami tidak menegasikan apa yang terjadi di Jombang, tapi apa yang terjadi itu mirip kejadian tahun lalu," katanya dalam telekonferens yang juga dihadiri Kepala Kanwil Kemenag Jatim H Sudjak MAg itu. Rektor Unesa itu menyatakan hal serupa sudah terjadi tahun lalu dan setelah polisi menelusuri dan menangkap pelakunya, ternyata hanya SMS iseng. "Kalau mau memberi kunci jawaban, kenapa bukan 100 persen, tapi kok hanya 70 persen (hari pertama UN) dan 66 persen (hari kedua UN)?," katanya. Selain itu, dirinya yang bukan peserta UN juga menerima SMS kunci jawaban UN itu selama dua hari. "Itu SMS berantai, apa Anda mau percaya atau tidak? Itu saja," katanya. Namun, katanya, sesuai dengan harapan Mendikbud, maka pihaknya tidak akan menunda penyelesaian masalah itu, karena itu pihaknya akan mendahulukan pemindaian (scanning) jawaban siswa yang mengikuti UN 2012 di Jombang. "Isu itu memang tidak benar, tapi kalau mau mengecek kebenarannya juga mudah. Misalnya, kode soal paket B-21, maka akan kita buka software untuk mengecek soal dengan kode itu serta kunci jawaban untuk dicocokkan dengan jawaban siswa," katanya. Dari hasil pemindaian itu, katanya, akan mudah diketahui dengan kode tertentu, apakah SMS kunci jawaban itu ada yang memakai atau tidak dan jika ada yang memakai akan mudah diketahui pula asal usul sekolah itu, siapa siswanya, dan percetakan mana. "Pak Menteri meminta kita menyiapkan tiga langkah yakni siswa harus dikondisikan agar tidak terganggu dengan mudah percaya SMS seperti itu, lalu bekerja sama dengan provider tertentu memblokir nomer dari oknum tertentu, dan bekerja sama dengan polisi untuk menelusuri pengirim SMS," katanya. Sementara itu, Kadisdik Jombang Muntholip mengakui SMS serupa tidak hanya beredar di Jombang, tapi di seluruh Indonesia. "Kalau SMS kunci jawaban di Jombang mencuat ya karena diekspose Dewan Pendidikan Jombang," katanya. Namun, katanya, pihaknya sudah mengantisipasi pernyataan Dewan Pendidikan Jombang pada sehari menjelang UN itu dengan memperketat handphone (HP) masuk ruangan peserta UN. "Saya juga sudah minta polisi untuk menelusuri SMS yang beredar, lalu saya juga meminta para guru untuk menenangkan para siswa peserta UN agar tidak terganggu dengan SMS dari oknum tak bertanggung jawab itu," katanya. Ia mengatakan kondisi siswa di Jombang sudah tenang, meski hari kedua masih muncul SMS kunci jawaban lagi dengan tingkat kecocokan 66 persen. "Tapi, anak-anak sudah fokus ke UN," katanya. Menanggapi kemungkinan kasus itu bersifat sistematis untuk "mengganggu" UN 2012, Ketua Dewan Pendidikan Jatim Prof Zainuddin Maliki MSi menilai apa yang terjadi belum sistematis seperti yang dibayangkan, karena kecanggihan teknologi memungkinkan "kegaduhan" akibat sekali pencet untuk ribuan orang di banyak tempat tanpa pilih-pilih. "Itu cuma bagian dari gagap teknologi saja, karena memasuki era IT yang mudah mem-forward SMS, tapi kita tidak mampu mengendalikan diri. Soalnya dengan modal Rp200 ribu sudah bisa mengirim seribu SMS. Semuanya begitu transparan dan tanpa batas, tapi kita harus mampu mengendalikan diri," kata Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya itu. Oleh karena itu, ia sependapat dengan Mendikbud untuk meyakinkan siswa agar mudah percaya diri. "UN itu tidak berada pada ruang kosong. Ada berbagai kepentingan, termasuk dari oknum tak bertanggung jawab, karena itu kepercayaan diri siswa dan pengawasan menjadi penting," katanya. (*)

Pewarta:

Editor : FAROCHA


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012