Surabaya - Maraknya pemberitaan di media massa tentang ganasnya serangan "tomcat" di 15 kecamatan di Kota Surabaya dalam sepakan terakhir ini, seolah-olah menyihir publik untuk lupa sejenak akan rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) per 1 April mendatang. Meski demkian, gelombang unjuk rasa penolakan kenaikan harga BBM yang dilakukan para mahasiswa dan sejumlah elemen masyarakat hingga kini masih terus berlangsung hampir terjadi di semua wilayah di Tanah Air. Selama ini, warga dibuat pusing dengan adanya kenaikan harga BBM. Hal itu wajar karena setiap ada kenaikan BBM, maka akan diikuti dengan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok. Namun rasa pusing warga tersebut berganti dengan rasa cemas dan khawatir dengan munculnya serangga tomcat atau kumbang rove yang bisa membuat kulit manusia menjadi gatal dan melepuh. Ratusan korban tomcat baik tua, muda maupun anak-anak sempat dirawat di sejumlah puskesmas di Surabaya. Jumlah yang cukup banyak untuk membuat warga menjadi takut dan khawatir. Kekhawatiran warga semakin meningkat tatkala banyak pemberitaan yang gencar disuarakan oleh hampir semua media massa lokal di Surabaya maupun nasional. Bahkan tomcat mendapat perhatian istimewa dari semua media massa karena beberapa kali menempati halaman utama (hl) pemberitaan. Padahal tomcat sendiri menurut Dinas Pertanian Syamsul Arifin sudah ada sejak puluhan tahun lalu dan sudah terjadi di Surabaya sejak dua tahun terakhir. "Tapi keberadaan tomcat di Surabaya saat ini tidak seheboh sekarang ini," katanya. Selama itu, tomcat menjadi sahabat petani karena merupakan predator bagi hama wereng pada tanaman padi. Selama ini, orang di desa atau petani menganggap gigitan tomcat sudah biasa. Anehnya hal itu menjadi ramai dibicarakan orang pada saat tomcat mulai migrasi dari desa ke kota. Disusul pula penghuni apartemen mewah di Pakuwon City, Laguna, Surabaya terkena serangan tomcat. Sejumlah aktivis lingkungan di Surabaya mengatakan fenomena tomcat karena faktor cuaca ekstrem, tidak seimbangnya ekosistem dan habitat rusak. Namun, ada juga yang mengatakan hal itu merupakan kebiasaan buruk manusia yang terus menerus melakukan perburuan tokek sebagai predator tomcat. Berdasarkan data dari Pengendali Ekosistem Hutan Seksi Konservasi Wilayah VI Probolinggo menyebutkan kuota tokek hasil tangkapan di alam secara nasional 50.000 ekor. Dari jumlah itu kuota terbesar di Nusa Tenggara Barat (NTB) 10.000 ekor. Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat masing-masing 6.000 ekor, sisanya dibagi untuk beberapa daerah. Bahkan di Probolinggo misalnya, satu penangkar tokek mampu menangkap 1.500 hingga 1.600 ekor per empat harinya. Jumlah penangkar tokek disana jumlahnya puluhan. Selanjutnya, tokek kering ini akan dikirim ke Hongkong, melengkapi tokek dari Thailand dan Kamboja untuk kemudian diolah menjadi ramuan penyembuh sejumlah penyakit kulit (gatal) maupun daging tokek juga mampu melawan perkembangan kanker. Terlepas dari semua itu, antara isu kenaikan BBM dengan munculnya tomcat merupakan dua hal yang berbeda dan tidak ada sangkut pautnya. Hal itu menjadi "penting" karena adanya pemberitaan media massa. Salam damai. (*)

Pewarta:

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012