Tulungagung - Dinas Pertanian Tulungagung menolak pembasmian "paederus fuscipes" atau serangga tomcat secara menyeluruh di wilayahnya karena binatang kecil menyerupai kalajengking ini menjadi predator alami dalam mencegah perkembangbiakan hama wereng dan ulat. "Kami setuju saja dan siap bekerja sama dengan dinas kesehatan dalam konteks pengendalian serangga yang di sini biasa disebut dengan istilah jlantir ini. Tapi kalau dibasmi sama sekali, sepertinya gagasan itu kurang tepat," kata Koordinator Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) Dinas Pertanian Tulungagung, Sugeng ST, Kamis. Ia beralasan, selama ini keberadaan serangga tomcat justru banyak membantu petani dalam berperan dalam menekan atau bahkan membasmi keberadan hama werang maupun ulat yang kerap mengganggu tanaman penduduk. Tomcat bahkan dikategorikan sebagai predator alami yang mampu merusak siklus perkembangan kedua jenis hama pertanian tersebut dengan memangsa telur-telur yang keluar dari hama wereng, ulat maupun sejenisnya. "Keberadaannya hampir sama dengan peran katak. Keberadaan tomcat yang jelas sangat berguna bagi sektor pertanian, sehingga tidak seharusnya dibasmi. Kami selama ini bahkan sangat berhati-hati dalam menggunakan pestisida untuk membasmi hama, agar tidak sampai membunuh predator yang sahabat petani," jelasnya. Sugeng menyebut, keberadaan serangga tomcat hampir merata di semua wilayah Kabupaten Tulungagung. Masyarakat yang bermukim di sekitar persawahan maupun perkebunan bahkan sudah terbiasa dengan keberadaan hewan kecil yang disebut-sebut memiliki cairan berbisa dengan kadar melebihi racun ular kobra tersebut. Namun kasus serangan serangga tomcat pada manusia, di Kabupaten Tulungagung sementara ini baru terjadi di wilayah Desa Tunggulsari, Kecamatan Kedungwaru. "Berdasar catatan yang ada di Dinas Pertanian, serangga ini memiliki siklus sepuluh tahunan. Artinya, populasi tomcat dalam kurun waktu tersebut bisa 'meledak' hingga berlipat-lipat dibanding biasanya sehingga menimbulkan masalah bagi penduduk karena bermigrasi ke pemukiman," terang ahli pengendalian organisme pengganggu tumbuhan tersebut. Pada tingkatan itu, lanjut Sugeng, pihaknya setuju dilakukan pengendalian terbatas terhadap populasi serangga tomcat. Hal itu dimaksudkan agar keberadaan serangga berbisa yang memiliki nama latin "paederus fuscipes" ini tidak sampai menimbulkan masalah bagi manusia/penduduk, sebagaimana terjadi di Kota Surabaya dan sekitarnya. Sebelumnya, Dinas Kesehatan Tulungagung menyampaikan bahwa wabah tomcat memang pernah mewabah di daerah tersebut pada medio tahun 2004. Saat itu, wilayah persebaran serangga jenis predator bagi hama wereng serta ulat sawah tersebut sempat meluas di delapan desa dua kecamatan Kabupaten Tulungagung. Total korban saat itu tercatat mencapai 340 orang, dari berbagai usia. Pemerintah Kabupaten Tulungagung melalui Dinas Kesehatan kemudian memberlakukan kasus tersebut sebagai kejadian luar biasa, sehingga dilakukan upaya penanggulangan menyeluruh untuk mencegah persebarluasan lebih lanjut hama tomcat karena dianggap sudah mengganggu keselamatan/kesehatan penduduk. (*)

Pewarta:

Editor : Akhmad Munir


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012