Bojonegoro - Perajin batu bata di Desa Ledokkulon dan Ledokwetan, Kecamatan Kota, Bojonegoro, Jatim, sejak sepekan terakhir mulai berproduksi, setelah air Bengawan Solo di wilayahnya, surut dibawah bantaran sungai.
"Perajin batu bata sudah mulai berproduksi kembali, dengan memanfaatkan tanah Bengawan Solo. Namun, mencetaknya masih di atas bantaran sungai, karena tanah di tepian Bengawan Solo masih berlumpur," kata Ketua Koperasi Batu Bata Bojonegoro, Budiono, Rabu.
Ia menjelaskan, dengan kondisi mencetak batu bata di atas bantaran sungai, baru mampu memproduksi batu bata, sekitar 300 batu bata mentah/hari, setiap perajin. Padahal, dalam dalam kondisi normal, bisa mencapai 800 batu bata mentah/hari, setiap perajin.
"Itupun, proses mengeringkan batu bata tidak bisa dengan cepat, karena kurangnya panas matahari," katanya, menjelaskan.
Menurut dia, para perajin batu bata yang memanfaatkan tanah Bengawan Solo di dua desa itu, berhenti berproduksi, sejak beberapa bulan terakhir ini, karena air Bengawan Solo, mengenangi lokasi yang biasa dimanfaatkan bekerja mencetak batu bata.
"Karena air Bengawan Solo surut, kalau sekarang tanah bahan batu bata sudah bisa diambil," jelasnya.
Sementara ini, lanjutnya, kalau ada batu bata yang beredar di pasaran, merupakan produksi batu bata pada musim kemarau lalu, yang sudah ditampung di pengepul batu bata."Kalau harga masih tetap stabil tidak berubah dalam setahun ini, berkisar Rp450 ribu per seribunya, di tempat," katanya, menambahkan.
Lebih lanjut dijelaskan, pemesan batu bata di daerah setempat, belum terlalu tinggi, hanya sebatas memenuhi pesanan batu bata perumahan di wilayah perkotaan dan sekitarnya. Pesanan batu bata meningkat, setelah sejumlah proyek pembangunan yang didanai APBD, mulai berjalan.
"Biasanya pesanan batu bata yang langsung ke perajin meningkat tajam, pada April-Mei, setelah pekerjaan proyek di Bojonegoro, berjalan," katanya, menambahkan.
Ia menjelaskan, tingkat penjualan batu bata di dua desa itu, mulai menunjukkan kecenderungan meningkat, setelah keluar Peraturan Bupati (Perbup) Bojonegoro, Suyoto, pada 2010 yang mengatur, semua proyek pemkab, harus memanfaatkan produk batu bata lokal.
Berapa total produksi batu bata di dua desa itu, Budi mengaku, tidak hapal. Hanya disebutkan, jumlah perajin batu bata di desa setempat, sekitar 300 perajin, dengan jumlah tenaga kerja berkisar lima sampai enam tenaga kerja/perajin.
"Kalau di tahun-tahun sebelumnya produksi batu bata perajin sering menumpuk, sejak keluarnya perbup justru stok batu bata di perajin sering kosong," katanya, menegaskan. (*).
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012