Pengamat kebijakan publik Hermanto Rohman menilai masing-masing pasangan calon bupati dan wakil bupati kurang optimal dalam memaparkan materi tema debat publik kedua Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jember.

"Dalam debat, masih terkesan calon tidak bisa keluar dari zona masing-masing. Petahana akan bertahan dan penantang cenderung terjebak menyerang," kata Hermanto di Jember, Jawa Timur, Minggu.

KPU Kabupaten Jember menggelar debat publik kedua dengan tema Strategi dan Inovasi Peningkatan Pelayanan Publik, Tata Kelola Regulasi dan Birokrasi di Kabupaten Jember yang diikuti pasangan calon nomor urut 1 Hendy Siswanto-M. Balya Firjaun Barlaman (petahana) dan pasangan calon nomor urut 2 M. Fawait-Djoko Susanto di salah satu hotel, Jember, Sabtu (9/11) malam.

Menurut dia, kondisi tersebut menyebabkan masing-masing pasangan calon tidak mengeksplore secara maksimal bagaimana memahami fakta dan data untuk memunculkan ide-ide gagasan perbaikan untuk membangun Jember selama 5 tahun ke depan.

Hermanto mencontohkan perdebatan angka dan peringkat Indeks Reformasi Birokrasi (IRB) dan SAKIP. Dalam debat tersebut, belum ada pemberian makna nilai rendah ini apa yang semestinya bisa mereka lakukan untuk perbaikan. Namun, yang dipertontonkan justru argumen bertahan dan menyerang.

Ide atau gagasan pasangan calon untuk meningkatkan atau memperbaiki IRB dan SAKIP, menurut dia, justru tidak muncul.

Mengacu pada Permen PANRB Nomor 9 Tahun 2023 tentang IRB dan Permen PANRB No. 88/2021 tentang Evaluasi Kinerja Instansi Pemerintah, memiliki makna apa yang dilakukan Jember dalam reformasi birokrasi masih sebagian kecil atau belum maksimal.

"Hal itu berdampak pada birokrasi belum produktif dalam mencapai target kinerja atau bersifat rutinitas. Hal ini seharusnya masing-masing pasangan calon menyampaikan ide atau gagasan yang akan dilakukan untuk memperbaiki hal tersebut," katanya.

Begitu pula isu korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang dikaitkan dengan kinerja pemerintah dalam penanganan dan pencegahan. Maka, indikator yang dipakai oleh KPK adalah indikator penilaian, yaitu monitoring center for prevention (MCP) pada level input dan survei penilaian integritas (SPI) level output.

Nilai SPI Jember meskipun meningkat, kata dia, masih dalam kategori waspada, dalam rentang penilaian 73,7—77,4. Penilaian KPK bahwa Kabupaten Jember masih tergolong waspada atau rawan terjadinya korupsi, terutama pada pengadaan barang dan jasa.

"Namun, perdebatan masing-masing pasangan calon malah terkait dengan problem personal yang melatarbelakangi paslon yang terindikasi mengarah pada tindakan korupsi," ujarnya.

Hermanto menjelaskan bahwa secara umum semua pasangan calon terjebak pada posisinya dan tidak memahami masalah sehingga ide gagasan tidak muncul selain logika menyerang dan bertahan itu.

Pewarta: Zumrotun Solichah

Editor : Vicki Febrianto


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024